Selasa, 08 Januari 2013

PERSEPSI DIRI REMAJA PASCA KETERGANTUNGAN NARKOBA DI PONDOK PESANTREN SURYALAYA SURABAYA


PERSEPSI DIRI REMAJA PASCA KETERGANTUNGAN NARKOBA
DI PONDOK PESANTREN SURYALAYA SURABAYA

SKRIPSI

Diajukan kepada
Institut Agama Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya
untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan dalam Memperoleh
Gelar Sarjana Psikologi (S. Psi)
Oleh :
SITI ROIKHANAH
NIM BO7208146






PROGRAM STUDI PSIKOLOGI
FAKULTAS DAKWAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL
SURABAYA
2012




PERSETUJUAN PEMBIMBING

Skripsi dengan judul “Persepsi Diri Remaja Pasca Ketergantungan Narkoba di Pondok Pesantren Suryalaya Surabaya”,
oleh:
Nama   : Siti Roikhanah
NIM    : BO7208146
Telah diperiksa dan disetujui untuk diujikan.

Surabaya, 5 Juli 2012
Dosen Pembimbing,

                                       Drs. Psi. Bambang. Widiatmodjo. M. Si
                                                  NIP.195501221985031001







PENGESAHAN TIM PENGUJI

Skripsi oleh Siti Roikhanah (B07208146) telah dipertahankan di depan
Tim Penguji Skripsi
Surabaya, 18  Juli 2012
Mengesahkan,
Fakultas Dakwah
Institut Agama Islam Negeri Sunan Ampel
Dekan,
Dr. H. Aswadi, M. Ag
NIP. 196004121994031001

Ketua,
Drs. Psi. Bambang Widiatmodjo, M. Si
NIP. 195501221985031001

Sekretaris,
Soffy Balgies, S. Psi, M. Psi
NIP. 197609222009122001  

Penguji I,
Drs. Sjahudi Sirodj, M. Si
NIP. 195205041980031003

Penguji II,
Nailatin Fauziyah, S. Psi, M. Si
NIP. 197406122007102006


MOTTO

Dalam setiap kesulitan, pasti akan ada kemudahan,
dan,
Barang siapa yang memperkenankan do’a dalam setiap kesulitannya, maka Allah akan menghilangkan segala kesulitan itu dengan memberikan kemudahan setelahnya”.













PERSEMBAHAN
Teruntuk :
Almarhum Ayahandaku H. Manshur Taukhid,
pendidikan ini ku tempuh selama 4 tahun tanpa Ayah disisiku tapi inilah hasil didikan Ayah dimasa kecil dan remajaku dulu.
Ibundaku Tercinta Hj. Khusnah,
dengan cucuran air matamu yang tiada henti dan tidak pernah lelah mendo’akanku disiang dan malammu, disetiap bait-bait latunan do’a tahajuddmu engkau tak pernah lupa menyelipkan do’amu untukku meskipun aku hanya tertidur pulas dimalam itu,
cucuran keringatmu demi memberikan sesuatu yang sangat berharga bahkan beribu-ribu harganya berupa moril dan materiilnya untukku, dan begitu besarnya kasih sayangmu padaku yang tidak bisa tergantikan oleh apapun didunia ini, aku hanya bisa berdo’a penuh harapan, semoga Allah SWT menggaransikan Jannah-Nya kepada kalian berdua.
Kakak-kakakku,
Cak Ubed+Mbak Tari, Cak Ir+Mbak Ida, Cak Yin+Mbak Ima, Neng Khumah+Mas Ulum
yang senantiasa mengajari hari demi hariku tentang makna indahnya hidup.
Keponakan-keponakanku yang lucu**
Fais, Sinta, Lena dan Luna
yang selalu mengisi hari-hariku dengan senyuman dan tawa kalian.
Wahai engkau sang Abdullah
yang kelak Allah hadirkan tuk menemani detik-detik nafasku, melaksakan sunnah dan menjalankan ibadah kepadaMu hanya demi mengharap Ridho dan JannahMu. Dalam setiap tahajjudku, aku hanya bisa berdo’a semoga Allah SWT memberikan yang terbaik untukku. Karena aku masih disini dengan penuh rasa sabar dan setia menantikan hadirmu dalam hidupku.


Dosen-dosenku,
guru atau ustadaz-ustadzahku yang memberikan motivasi dan bimbingannya yang membuatku mampu mengispirasikan goresan ini.

Sahabat-sahabatku,
Mbak Nopy, Memel, si Kasih dan Yuvien, temen-temenku J3, temen-temenku Klinis, temen-temenku KKN PAR ’51 Desa Bubulan dan teman-teman sebimbinganku, indahnya perjuangan kebersaaman kita yang tak akan pernah terhapus dari memori ingatanku.
Tak pernah lupa buat Mbak-mbakku
Mbak Irma, Mbak Ibah, Mbak Petty, Mbak Mila, dan Mbak Diny maniesnya kasih sayang yang kalian berikan padaku tak akan lekang oleh waktu.
Temen-temen Costku ‘28
si Nduk Ain, DieaNa, Mbak Dian cibi Hag**, Mbak Dhew** istimewa, Mbak Anies, Mega, Richa dan Lya.
Pren-prenku
di HP dan FB AnNa aL HaNna yang menghiasi senyum semangat lewat sms, telpon dan status kalian.
Tuk semua pren-prenku yang lain,
dengan penuh penyesalan aku meminta maaf karna tak bisa menyebutkan kalian satu per satu. Aku ucapkan terima kasih banyak atas semua do’a dan semangat yang kalian berikan untuk memotivasiku selama ini.

Mungkin ini bukanlah karya terbaikku yang tak patut dan tak pantas ku persembahkan pada kalian semua, tetapi lewat proses pembelajaran 4tahun inilah yang akan menjadi jauh lebih indah dan penting untuk kedepannya,
Ku yakin Allah jauh lebih tahu segalaNya,
 Karena Allah lah yang mampu menyaksikan setiap langkah kaki dan tarian indah tanganku ini,
Semoga setiap butiran ilmu yang ku terima akan menjadi barokah dan manfa’at untukku dan semuanya…
Aamiin… (^_^)









KATA PENGANTAR


            Dengan nama Tuhan Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Segala puji syukur senantiasa penulis haturkan kepada-Nya yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Sholawat serta salam semoga tercurahkan kepada Nabi kita beserta keluarga dan sahabat-sahabatnya.
            Penulis sangat menyadari bahwa skripsi dengan judul “Persepsi Diri Remaja Pasca Ketergantungan Narkoba di Pondok Pesantren Suryalaya Surabaya”, ini masih jauh dari kesempurnaan. Namun demikian penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat untuk masyarakat dan juga memenuhi persyaratan untuk memperoleh gelar Sarjana Psikologi pada Fakultas Dakwah IAIN Sunan Ampel Surabaya.
Penulis banyak mendapat masukan dan bantuan dari berbagai pihak baik moril maupun materil dalam penyusunan skripsi ini. Oleh karena itu, penulis menghanturkan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada mereka yang terhormat:
1.            Prof. Dr. H. Abd A’la. M. Ag, selaku rektor IAIN Sunan Ampel Surabaya.
2.            Dr. H. Aswadi, M. Ag, selaku dekan Fakultas Dakwah IAIN Sunan Ampel Surabaya.
3.            Dr. dr. Hj. Siti Nur Asiyah, M. Ag, selaku ketua Program Studi Psikologi, yang telah memberikan motivasi dan pengarahan selama penyusunan studi di Program Studi Psikologi.
4.            Drs. Psi. Bambang. Widiatmodjo. M. Si, selaku dosen pembimbing yang memberikan masukan dan memberi bimbingan, arahan sehingga skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik dan lancar.
5.            Bapak dan ibu dosen Program Studi Psikologi Fakultas Dakwah yang telah membimbing dan memberikan ilmu dengan sabar selama penulis kuliah.
6.            KH. Ali Hanafiah Akbar selaku pengasuh, H. Rofiquddin selaku ketua dan Bapak Thohir selaku pengurus Pondok Pesantren Suryalaya Surabaya yang memberikan izin untuk melaksanakan penelitian ini dan banyak membantu memberikan do’a maupun motivasi, terutama saudara Prasetya yang sangat berpengaruh penting untuk menyelesaikan skripsi ini.
7.            Badan Narkotika Provinsi Jawa Timur yang ikut serta berpatisipasi memberikan arahan dan motivasi dalam mengerjakan skripsi ini.
8.            Ibunda Hj. Khusnah tercinta beserta keluarga yang senantiasa mencurahkan kasih sayang, kesabaran serta dorongan moril dan materil yang tiada henti demi terselesaikannya pendidikan ini.
9.            Kakak-kakak tercintaku, Cak Yin dan Neng Khumah yang telah memberikan semangat untuk menyelesaikan tugas akhir ini.
10.        Semua pihak yang telah membantu terselesaikannya skripsi ini, baik secara langsung maupun tidak langsung yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu kritik dan saran yang konstruktif sangat penulis harapkan demi kesempurnaan skripsi ini.
Akhir kata, hanya kepada Tuhan penulis berharap dan berdoa semoga skripsi ini dapat memberi banyak manfaat bagi pembaca dan pecinta ilmu, dan dapat memberikan sumbangan bagi khazanah ilmu pengetahuan serta menjadi amal ibadah bagi penulis. Aamiin.


Surabaya, 5 Juli 2012

Penulis






















ABSTRAKSI

Siti Roikhanah, 2012. "Persepsi Diri Remaja Pasca Ketergantungan Narkoba Di Pondok Pesantren Suryalaya Surabaya".
Tujuan dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana persepsi diri remaja pasca mengalami ketergantungan narkoba di Pondok Pesantren Suryalaya Surabaya.
Maka masalah dalam penelitian ini dapat difokuskan sebagai berikut: “Bagaimana persepsi diri remaja pasca mengalami ketergantungan narkoba di Pondok Pesantren Suryalaya Surabaya?”
Untuk menjawab permasalahan tersebut peneliti menggunakan pendekatan kualitatif dan jenis penelitian studi kasus. Teknik yang digunakan dalam mengumpulkan data adalah observasi, wawancara, dan dokumentasi. Data yang diperoleh melalui pengumpulan data tersebut, kemudian dianalisis dengan menggunakan reduksi data, display data dan verifikasi. Analisis studi kasus penelitian ini yaitu dengan cara mendeskripsikan dan menjelaskan atau menggambarkan keadaan suatu subyek penelitian berdasarkan kenyataan yang ada di lapangan atau apa adanya.
Penelitian ini dilakukan di Pondok Pesantren Suryalaya Koordinator Wilayah Jawa Timur Jl. Benteng No. 5 Surabaya yang merupakan pusat dari salah satu tempat layanan terapi dan rehabilitasi korban penyalahgunaan narkoba di Jawa Timur yaitu Pondok Inabah XIX Surabaya Jl. Raya Semampir No. 43-47, Semolowaru, Surabaya dengan menggunakan 1 subyek penelitian yaitu remaja pasca ketergantungan narkoba yang telah selesai menjalani proses rehabilitasi dan 1 significant others yaitu orang yang memiliki kedekatan dengan subyek selama lebih dari 1 tahun.
Persepsi diri merupakan pandangan atau penilaian terhadap dirinya sendiri yang diperoleh dari hasil belajar atau pengalaman yang mempengaruhi individu tersebut untuk berinteraksi atau berperilaku dengan sekitarnya. Sedangkan remaja pasca ketergantungan narkoba adalah seorang remaja setelah mengalami gangguan kepribadian yang ditandai dengan penggunaan atau penyalagunaan tipe-tipe obat bius tertentu.
Dari analisis data tersebut didapat kesimpulan bahwa subyek mempunyai persepsi diri positif saat berada di lingkungan pondok karena di lingkungan ini subyek mendapatkan penilaian positif dari orang-orang di sekitarnya. Hasil belajar atau pengalaman subyek yang didapatkannya di lingkungan pondok mampu membentuk persepsi pada dirinya sehingga ia mampu berinteraksi dan berperilaku baik dengan orang-orang yang ada di lingkungan sekitarnya.
Kata Kunci : Pesepssi Diri, Remaja Dan Narkoba



DAFTAR ISI


HALAMAN JUDUL...................................................................................... i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING.............................................. ii
HALAMAN PENGESAHAN........................................................................ iii
MOTTO......................................................................................................... iv
HALAMAN PERSEMBAHAN...................................................................... v
KATA PENGANTAR ................................................................................... vii
ABSTRAKSI.................................................................................................. ix
DAFTAR ISI ................................................................................................. x
DAFTAR TABEL........................................................................................... xii
DAFTAR GAMBAR...................................................................................... xiii
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................. xiv
BAB I  :    PENDAHULUAN
A.     Latar Belakang Masalah.......................................................... 1
B.     Fokus Penelitian...................................................................... 7
C.     Tujuan Penelitian...................................................................... 8
D.     Manfaat Penelitian................................................................... 8
E.      Sistematika Pembahasan.......................................................... 9
BAB II :    KAJIAN PUSTAKA
 A.  Persepsi Diri........................................................................... 11
1.      Pengertian Persepsi Diri .................................................... 11
2.      Proses Persepsi dan Sifat Persepsi..................................... 15
3.      Faktor-faktor yang Mempengaruhi Persepsi....................... 18
4.      Aspek-aspek Persepsi....................................................... 20
B.  Remaja ................................................................................... 22
1.   Pengertian Remaja.............................................................. 22
2.   Fase-fase pada Remaja....................................................... 24
3.   Tugas-tugas Perkembangan Remaja.................................... 25
D. Dinamika Remaja dan Narkoba................................................ 26
1.      Faktor-faktor Penggunaan Narkoba................................... 27
2.      Akibat Penggunaan Narkoba............................................. 28
3.      Remaja Pasca Ketergatungan Narkoba.............................. 31
C.  Kerangka Teoritik.................................................................... 31
BAB III :  METODE PENELITIAN
A.     Pendekatan Dan Jenis Penelitian............................................... 34
B.     Kehadiran Peneliti ................................................................... 35
C.     Lokasi Penelitian...................................................................... 36
D.     Sumber Data........................................................................... 40
E.      Teknik Pengumpulan Data....................................................... 41
F.      Analisis Data .......................................................................... 44
G.     Pengecekan Keabsahan Data .................................................. 46

BAB IV :  HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A.  Setting Penelitian..................................................................... 49
B.  Hasil Penelitian......................................................................... 55
C.  Pembahasan............................................................................ 69
BAB V :   PENUTUP
A. Kesimpulan .............................................................................. 73
B. Saran........................................................................................ 74
DAFTAR PUSTAKA..................................................................................... 76
LAMPIRAN-LAMPIRAN............................................................................. 79
































DAFTAR TABEL


Tabel 3.1 : Jadwal Kegiatan Rutin Majlis Dzikir dan Manaqiban....................... 38
Tabel 4.2 : Jadwal Kegiatan Observasi dan Wawancara................................... 50



































DAFTAR GAMBAR


Gambar 2. 1 : Kerangka Teoritik..................................................................... 33
Gambar 3. 2 : Peta Lokasi 1............................................................................ 38
Gambar 3. 3 : Peta Lokasi 2............................................................................ 39



































DAFTAR LAMPIRAN


Lampiran A: Pedoman Wawancara.................................................................. 79
Lampiran B: Pedoman Observasi..................................................................... 80
Lampiran C: Transkrip Wawancara.................................................................. 81
Lampiran D: Transkrip Observasi..................................................................... 107
Lampiran E: Tes Psikologi ............................................................................... 114
Lampiran F: Hasil Tes Psikologi ...................................................................... 117
Lampiran G: Surat Pernyataan ......................................................................... 118
Lampiran H: Surat Keterangan Penelitian.......................................................... 119
Lampiran I: Kartu Konsultasi Skripsi................................................................ 120
Lampiran J: Berita Acara Ujian Skripsi............................................................. 121
Lampiran K: Berita Acara Ujian Proposal........................................................ 122
Lampiran L: Biodata Peneliti............................................................................ 124


















BAB I
PENDAHULUAN


A.     Latar Belakang Masalah
Masa remaja merupakan suatu periode transisi dalam rentang kehidupan manusia, menghubungkan masa kanak-kanak dan masa dewasa (Santrock, 2002: 3). Menurut Sarwono (2003: 8) remaja dalam arti adolescence yang berarti tumbuh ke arah kematangan. Kematangan di sini tidak hanya berarti kematangan fisik, tetapi terutama kematangan sosial-psikologis.
Anak remaja sebetulnya tidak mempunyai tempat yang jelas. Ia tidak termasuk golongan anak, tetapi ia tidak pula termasuk golongan dewasa atau golongan tua. Remaja ada di antara anak dan dewasa. Remaja masih belum mampu untuk menguasai fungsi fisik maupun psikisnya. Ditinjau dari segi tersebut mereka masih tergolong kanak-kanak, mereka masih harus menemukan tempat dalam masyarakat (Monks, 2006: 259).
Pertumbuhan anak menjelang dan selama masa remaja ini menyebabkan tanggapan masyarakat yang berbeda pula. Mereka diharapkan memenuhi tanggung jawab orang dewasa, tetapi berhubung antara pertumbuhan fisik dan pematangan psikisnya masih ada jarak yang cukup lebar, maka kegagalan yang sering dialami remaja dalam memenuhi tuntutan sosial ini menyebabkan frustasi dan konflik-konflik batin pada remaja terutama bila tidak ada pengertian pada pihak orang dewasa (Monks, 2006: 268).
Remaja mencoba-coba mencari ciri khasnya agar berbeda dengan orang lain. Ingin menentukan sendiri siapa diri mereka agar diakui oleh lingkungan keluarga (Wirawan, 2003: 24). Pemikiran mereka semakin abstrak, logis dan idealistis, lebih menguji pemikiran diri sendiri, pemikiran orang lain, dan apa yang orang lain pikirkan tentang diri mereka, serta cenderung menginterpretasikan dan memantau dunia sosial (Santrock, 2002: 10).
Remaja biasanya tidak mau diatur harus begini atau harus begitu oleh orang tua sehingga terjadi pertengkaran antara orang tua dan anak remajanya karena perbedaan pendapat (Wirawan, 2003: 24). Hal ini menimbulkan banyak pertentangan dengan orang tua, sehingga antara orang tua dan anak terjadi jarak yang menghalangi anak untuk meminta bantuan orang tua untuk mengatasi berbagai masalahnya (Hurlock, 1983: 208).
Apabila orang tua dapat memahami maksud dan keinginan mereka tentunya pertengkaran tidak akan terjadi. Karena kedekatan remaja dengan orang tua dapat menunjang pembentukan kompetensi sosial dan keberadaan remaja secara umum, serta mempengaruhi harga diri, kematangan emosional dan kesehatan secara fisik, sehingga kenyamanan hubungan dengan orang tua menimbulkan kepuasan bagi remaja yang akhirnya berpengaruh terhadap terbentuknya harga diri (Widianingsih & Nilam, 2009: 11).
Anak remaja yang kurang mendapatkan perhatian dan kasih sayang dari orang tua itu selalu merasa tidak aman, merasa kehilangan tempat berlindung dan tempat berpijak. Anak remaja ini cenderung mulai menghilang dari rumah, lebih suka gelandangan dan mencari kesenangan hidup yang imaginer di tempat-tempat lain (Kartono, 1998: 60). Karena remaja lebih banyak berada di luar rumah bersama teman-teman sebaya sebagai kelompok, maka dapatlah dimengerti bahwa pengaruh teman sebaya pada sikap, pembicaraan, minat, penampilan dan perilaku lebih besar daripada pengaruh keluarga (Hurlock, 1983: 213). Sama halnya dengan minum, penggunaan obat-obatan dimulai sebagai kegiatan kelompok sebaya (Hurlock, 1983: 223).
Kebanyakan remaja menjadi pengguna narkoba pada suatu masa tertentu pada perkembangan mereka. Hal yang memperihatinkan adalah karena remaja khususnya menggunakan obat-obatan sebagai cara untuk mengatasi stres, sehingga nampak bahwa hal ini dipengaruhi oleh kurangnya perkembangan keterampilan menghadapi masalah secara kompeten dan pengambilan keputusan yang bertanggung jawab (Santrock: 2002, 21).
Brook, dkk (dalam Santrock: 2002, 21) yakin bahwa langkah awal dalam penyalahgunaan obat-obatan dikalangan remaja terletak jauh pada tahun-tahun awal masa anak-anak, ketika anak-anak gagal menerima pengasuhan orang tua mereka dan tumbuh dalam keluarga yang mengalami konflik. Anak-anak ini gagal menginternalisasikan kepribadian, sikap-sikap, dan perilaku orang tua mereka, dan kemudian membawa ketiadaan ikatan orang tua ini ke masa remaja. Ciri-ciri remaja seperti kurangnya orientasi konvensional dan ketidakmampuan mengendalikan emosi, kemudian diekspresikan dalam pergaulan dengan teman-teman sebaya pengguna obat-obatan, yang akhirnya menyebabkan mereka sendiri juga menggunakan obat-obatan. Remaja cenderung menggunakan obat-obatan bila kedua orang tua mereka menggunakan obat-obatan atau teman-teman mereka menggunakan obat-obatan (Santrock: 2002, 21-22).
Penelitian yang dilakukan oleh Hawari (1996: 148), diperoleh data yang mana umumnya kasus penyalahgunaan NAZA mulai memakai NAZA pada usia remaja (13-17 tahun) sebanyak 97% dan usia termuda 9 tahun. Penelitian mengenai apa yang membuat remaja mulai menggunakan obat-obatan menunjukkan bahwa beberapa alasan lain disamping nilai simbol status obat-obatan. Banyak remaja terdorong untuk membebaskan diri dari segala larangan keluarga (Hurlock, 1983: 224).
Dapatlah diketahui bahwasanya faktor seorang remaja menggunakan narkoba, yaitu karena ada faktor pribadi, faktor keluarga dan faktor lingkungan sosial. Faktor-faktor itu seperti tuntutan orang tua tehadap prestasi anak, tekanan orang tua terhadap berbagai kegiatan yang harus diikuti anak, dan kekecewaan anak akan ketidakberhasilannya dalam suatu hal. Faktor-faktor yang seperti inilah yang menyebabkan timbulnya kenakalan remaja, salah satunya penyalahgunaan narkoba (Gunarsa, 2001: 182-184).
Individu pengguna narkoba tidak dapat semata-mata dilihat sebagai korban dari berbagai faktor lingkungan diluar dirinya. Pengguna narkoba memiliki sikap dan kecenderungan tingkah laku yang khas dan berbeda dengan orang-orang seusianya (Adelina, 2008: 17). Bahkan banyak orang yang beranggapan bahwa pengguna narkoba adalah orang yang tidak bermanfaat dan produktivitasnya rendah (Widianingsih & Nilam, 2009: 10). Baik pengguna maupun mantan pengguna, cenderung merasa dikucilkan oleh masyarakat sekitar lingkungannya, sulit mencari pekerjaan, dan sulit bersosialisasi dalam masyarakat sehingga mereka cenderung menarik diri dari lingkungannya (BNN, 2011: 93).
Kenyataan bahwa baik pengguna maupun mantan penguna narkoba yang sudah direhabilitasi tetaplah dijauhi masyarakat. Masyarakat masih beranggapan bahwa mereka itu sampah masyarakat yang meresahkan lingkungan, dan mempunyai pengaruh buruk untuk lingkungan sekitarnya. Hal ini pula yang menyebabkan kelangsungan hidup mereka terasa terganggu. Sehingga kelangsungan hidup yang mereka jalani selanjutnya semakin tidak mudah. Meskipun mereka sudah terlepas dari ketergantungan narkoba dan pernah menjalani proses rehabilitasi, tetapi penilaian masyarakat tetaplah sama, sehingga tidak jarang diantara mereka yang kemudian memiliki kecenderungan untuk kembali memakai narkba setelah mereka bergabung lagi ke masyarakat. Dalam proses mempertahankan kesembuhan selain diperlukan kemauan individu yang bersangkutan, juga diperlukan dukungan dari luar individu untuk mengatasi masa-masa sulit yang dihadapi individu pasca sembuh dari ketergantungan narkoba. Adanya anggapan masyarakat yang tidak selalu benar menjadi salah satu faktor individu untuk mempersepsikan diri mereka karena ini tergantung bagaimana penilaian yang diberikan oleh lingkungan sekitar mereka.  
Beberapa faktor tersebut yang menyebabkan individu pasca mengalami ketergantungan narkoba memiliki persepsi negatif terhadap diri mereka. Stigma dari faktor lingkungan sangatlah mempengaruhi persepsi pada diri mereka. Pada hakikatnya persepsi merupakan proses menginterpretasikan dan mengorganisasikan pola-pola stimulus yang berasal dari lingkungan (Ali & Ansori, 2004: 192). Sehingga individu dapat mementukan bagaimana seharusnya ia bereaksi terhadap stimulus yang ada disekitarnya. John Lock dkk (Ali & Ansori, 2004: 193) berpendapat bahwa persepsi itu tidak dibawa sejak lahir melainkan merupakan hasil dari proses belajar dan pengalaman. Bahkan mereka menegaskan bahwa persepsi hanya mungkin terjadi pada individu setelah melalui proses pengalaman dan belajar yang cukup lama. Menurut Walgito (1993) persepsi dalam arti umum adalah pandangan seseorang terhadap sesuatu yang akan membuat respon bagaimana dan dengan apa seseorang akan bertindak.
Pada penelitian ini dijelaskan bahwa NS sebagai subyek adalah seorang remaja yang pernah mengalami ketergantungan narkoba dan sudah sembuh dari proses rehabilitasi selama 6 bulan lebih di Pondok Inabah Surabaya. Tetapi hampir 2 tahun ini, ia masih mengikuti binaan lanjutan dan tinggal di Pondok Pesantren Suryalaya Surabaya. Pondok disini adalah lingkungan baru subyek sebagai faktor eksternal yang memberikan hasil belajar, pengetahuan dan pengalaman baru pada diri subyek sebagai faktor internalnya sehingga ia memiliki penilaian terhadap dirinya pasca mengalami ketergantungan narkoba. Oleh karena itu ia mampu bertindak, berperilaku atau berinteraksi dengan sekitarnya. Meskipun anggapan masyarakat terhadap mantan pengguna narkoba adalah buruk, dan penilaian negatif yang masih melekat pada keluarganya tetapi subyek justru memiliki penilaian tersendiri pada dirinya, ia menganggap bahwa dirinya itu tetaplah sama seperti teman-temannya, memiliki pemikiran positif atau optimis, semangat menjalani hidup kedepannya, memiliki cita-cita, harapan dan kemauan yang kuat untuk menunjukkan pada keluarga dan masyarakat bahwa dirinya tidak seperti yang mereka pikirkan sebelumnya. Semua ini tidaklah lepas dari peran lingkungan Pondok Pesantren Suryalaya Surabaya sebagai faktor eksternal yang memberikan informasi, pengetahuan dan pengalaman baru yang kemudian diterima subyek. Sehingga perubahan perilaku itu terjadi karena adanya perubahan sikap. Sementara perubahan sikap itu sendiri terjadi oleh adanya tindakan yang muncul karena adanya sistem kebutuhan, subtansi keyakinan nilai dan ruang gerak perilaku berdasarkan komunikasi dan interaksi yang dilakukan subyek di lingkungan sekitarnya. 
Berdasarkan latar belakang diatas, maka peneliti tertarik untuk meneliti persepsi diri remaja pasca ketergantungan narkoba di Pondok Pesantren Suryalaya Surabaya.
B.     Fokus Penelitian
Berdasarkan latar belakang di atas yang telah diuraikan sebelumnya, maka masalah dalam penelitian ini dapat difokuskan sebagai berikut: “Bagaimana persepsi diri remaja pasca mengalami ketergantungan narkoba di Pondok Pesantren Suryalaya Surabaya?”



C.     Tujuan Penelitian
Sesuai dengan fokus penelitian diatas, maka tujuan dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana persepsi diri remaja pasca mengalami ketergantungan narkoba di Pondok Pesantren Suryalaya Surabaya.
D.    Manfaat Penelitian
Penelitian ini mempunyai beberapa manfaat, antara lain:
1.      Dari segi teoritis, penelitian ini diharapkan:
a.       Dapat memberikan sumbangan bagi pengembangan pengetahuan ilmiah dibidang psikologi khususnya pada bidang psikologi klinis tentang remaja pasca ketergantungan narkoba.
b.      Dapat memberi gambaran mengenai persepsi diri remaja pasca ketergantungan narkoba.
2.      Dari segi praktis, hasil penelitian ini diharapkan:
a.       Dapat memberi masukan bagi para peneliti lainnya yang ingin meneliti lebih lanjut mengenai remaja pasca ketergantungan narkoba.
b.      Dapat membantu memberikan informasi khususnya kepada para remaja mengenai persepsi diri mereka pasca mengalami ketergantungan narkoba.




E.     Sistematika Pembahasan
Agar pembahasan dalam penelitian ini tertata dengan rapi dan dapat mempermudah pembaca mempelajarinya, maka diperlukan sistematika pembahasan yang terdiri dari beberapa bab pokok, antara lain:
1.      Bab Pendahuluan
Pada bab pendahuluan memberikan penjelasan umum tentang arah penelitian yang dilakukan. Dengan pendahuluan ini pembaca dapat mengetahui konteks atau latar belakang penelitian, fokus penelitian, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika pembahasan.
2.      Bab Kajian Pustaka
Pada bab kajian pustaka menjelaskan mengenai teori-teori yang relevan dan sesuai dengan penelitian yang akan dilakukan. Dengan kajian pustaka ini pembaca dapat mengetahui tentang konsep diri remaja pasca ketergantungan yang terdiri dari: a. Persepsi diri meliputi: pengertian persepsi diri, proses persepsi dan sifat persepsi, faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi, dan aspek-aspek persepsi. b. Remaja meliputi: pengertian remaja, fase-fase pada remaja, dan tugas-tugas perkembangan remaja. c. Dinamika remaja dan narkoba meliputi: faktor-faktor penggunaan narkoba, dan akibat penggunaan narkoba. d. Dalam bab ini juga diuraikan kajian pustaka tentang kerangka teoritik. 
3.      Bab Metode Penelitian
Pada bab metode penelitian memuat uraian tentang metode dan langkah-langkah penelitian secara operasional yang menyangkut jenis dan pendekatan penelitian, kehadiran peneliti, lokasi penelitian, sumber data, teknik pengumpulan data, analisis data, pengecekan keabsahan data, dan tahap-tahap penelitian.
4.      Bab Hasil Penelitian dan Pembahasan
Pada bab hasil penelitian dan pembahasan memuat uraian tentang data dan temuan yang diperoleh dengan menggunakan metode dan prosedur yang diuraikan dalam bab sebelumnya. Hal-hal yang dipaparkan dalam bab ini meliputi setting penelitian, hasil penelitian yang mencakup deskripsi temuan penelitian, dan hasil analisis data, serta pembahasan.
5.      Bab Penutup
Pada bab penutup memuat temuan pokok atau kesimpulan, implikasi dan tindak lanjut penelitian, serta saran-saran atau rekomendasi yang diajukan.














BAB II
KAJIAN PUSTAKA


A.     Persepsi  Diri
1.      Pengertian Persepsi Diri
Pengertian persepsi diri dapat dipahami bila terlebih dahulu kita mengerti tentang self (diri) itu sendiri. Self merupakan kemampuan yang dirasa dan diyakini benar oleh seseorang mengenai dirinya sebagai seorang individu; ego dan hal-hal yang dilibatkan didalamnya (Kartono, 1987: 440). Menurut Rogers (dalam Schultz, 1991: 49) diri adalah dalam dan luas, karena diri itu mengandung semua pikiran dan perasaan yang mampu diungkapkan orang itu. Diri itu juga fleksibel dan terbuka kepada semua pengalaman baru. Tidak ada bagian dari diri dilumpuhkan atau terhambat dalam ungkapannya (Schultz, 1991: 49).
Menurut Rakhmat (2005: 100) persepsi adalah pengalaman tentang objek, peristiwa atau hubungan-hubungan yang diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan menafsirkan pesan. Persepsi merupakan suatu proses yang didahului oleh proses penginderaan, yaitu proses diterimanya stimulus oleh individu melalui alat indera. Namun proses ini tidak berhenti begitu saja, melainkan stimulus tersebut diorganisasikan dan diinterpretasikan, sehingga individu menyadari, mengerti tentang apa yang diindera itu.

Atkinson dan Hilgard (Ali & Ansori, 2004: 192) mengemukakan persepsi merupakan proses menginterpretasikan dan mengorganisasikan pola-pola stimulus yang berasal dari lingkungan. Dalam pengertian ini terdapat dua unsur penting, yaitu interpretasi dan pengorganisasian. Interpretasi itu sangat penting dalam suatu persepsi karena realitas yang ada di dunia ini sangat bervariasi sehingga tidak jarang memerlukan upaya pemahaman dari individu agar menjadi bermakna bagi individu yang bersangkutan. Sedangkan pengorganisasian diperlukan dalam persepsi karena informasi yang sampai pada receptor individu seringkali membingungkan dan tidak terorganisasikan. Agar informasi yang sampai pada reseptor menjadi jelas dan bermakna maka individu masih perlu mengorganisasikannya ketika informasi itu diterima oleh reseptor.
Kotler (2000) menjelaskan persepsi sebagai proses bagaimana seseorang menyeleksi, mengatur dan menginterpretasikan masukan-masukan informasi untuk menciptakan gambaran keseluruhan yang berarti. Mangkunegara (dalam Arindita, 2002) berpendapat bahwa persepsi adalah suatu proses pemberian arti atau makna terhadap lingkungan. Dalam hal ini persepsi mencakup penafsiran obyek, penerimaan stimulus (input), pengorganisasian stimulus, dan penafsiran terhadap stimulus yang telah diorganisasikan dengan cara mempengaruhi perilaku dan pembentukan sikap. Adapun Robbins (2003) mendeskripsikan persepsi dalam kaitannya dengan lingkungan, yaitu sebagai proses di mana individu-individu mengorganisasikan dan menafsirkan kesan indera mereka agar memberi makna kepada lingkungan mereka.
Levine dan Shefner (Ali & Ansori, 2004: 192) mengemukakan pengertian persepsi adalah cara-cara individu menginterpretasikan informasi yang diperolah didasarkan atas pemahaman individu itu sendiri. Dengan kata lain, individu menyadari adanya kehadiran suatu stimulus, tetapi individu itu menginterpretasikan stimulus tersebut. Dalam definisi ini terkandung dua makna: pertama, persepsi itu tergantung pada sensasi-sensasi yang didasarkan pada informasi sensori dasar (basic sensory information); kedua, sensasi-sensasi itu memerlukan interprets agar persepsi terjadi. Yang dimaksud dengan informasi sensori dasar di sini adalah informasi yang sesungguhnya terjadi yang sampai pada alat indra kita. 
Walgito (1993) mengemukakan bahwa persepsi seseorang merupakan proses aktif yang memegang peranan, bukan hanya stimulus yang mengenainya tetapi juga individu sebagai satu kesatuan dengan pengalaman-pengalamannya, motivasi serta sikapnya yang relevan dalam menanggapi stimulus. Individu dalam hubungannya dengan dunia luar selalu melakukan pengamatan untuk dapat mengartikan rangsangan yang diterima dan alat indera dipergunakan sebagai penghubungan antara individu dengan dunia luar. Agar proses pengamatan itu terjadi, maka diperlukan objek yang diamati alat indera yang cukup baik dan perhatian merupakan langkah pertama sebagai suatu persiapan dalam mengadakan pengamatan. Persepsi dalam arti umum adalah pandangan seseorang terhadap sesuatu yang akan membuat respon bagaimana dan dengan apa seseorang akan bertindak. Leavitt (dalam Rosyadi, 2001) membedakan persepsi menjadi dua pandangan, yaitu pandangan secara sempit dan luas. Pandangan yang sempit mengartikan persepsi sebagai penglihatan, bagaimana seseorang melihat sesuatu. Sedangkan pandangan yang luas mengartikannya sebagai bagaimana seseorang memandang atau mengartikan sesuatu. Sebagian besar dari individu menyadari bahwa dunia yang sebagaimana dilihat tidak selalu sama dengan kenyataan, jadi berbeda dengan pendekatan sempit, tidak hanya sekedar melihat sesuatu tapi lebih pada pengertiannya terhadap sesuatu tersebut. Persepsi berarti analisis mengenai cara mengintegrasikan penerapan kita terhadap hal-hal di sekeliling individu dengan kesan-kesan atau konsep yang sudah ada, dan selanjutnya mengenali benda tersebut.
Menurut Monskowitz dan Orgel (dalam Walgito, 1993: 70) persepsi merupakan proses yang integrated dalam diri individu terhadap stimulus yang diterimanya. Dengan demikian dapat dikemukakan bahwa persepsi itu merupakan pengorganisasian, penginterpretasian terhadap stimulus yang diinderanya sehingga merupakan sesuatu yang berarti, dan merupakan respon yang integrated dalam diri individu. Karena itu penginderaan  orang akan mengaitkan dengan stimulus, sedangkan dalam persepsi individu akan akan menyadari tentang keadaan di sekitarnya dan juga keadaan diri sendiri.
Stagner dan Solly (Ali & Ansori, 2004: 193), menjelaskan bahwa persepsi merupakan rangkaian peristiwa yang menjembatani stimulus dan perilaku tertentu, sehingga individu dapat mementukan bagaimana seharusnya ia bereaksi terhadap stimulus yang ada disekitarnya. John Lock dkk (Ali & Ansori, 2004: 193) berpendapat bahwa persepsi itu tidak dibawa sejak lahir melainkan merupakan hasil dari proses belajar dan pengalaman. Bahkan mereka menegaskan bahwa persepsi hanya mungin terjadi pada individu setelah melalui proses pengalaman dan belajar yang cukup lama.
Menurut Chaplin (1993) persepsi diri adalah posisi bahwa orang sering membuat kesimpulan mengenai sikap-sikapnya sebagai hasil dari upaya mengamati tingkah laku sendiri.
Berdasarkan pada pengertian tersebut, dapat ditarik kesimpulan bahwa persepsi diri merupakan pandangan atau penilaian terhadap dirinya sendiri yang diperoleh dari hasil belajar atau pengalaman yang mempengaruhi individu tersebut untuk berinteraksi atau berperilaku dengan sekitarnya.
2.      Proses Persepsi dan Sifat Persepsi
Alport (dalam Mar’at, 1991) proses persepsi merupakan suatu proses kognitif yang dipengaruhi oleh pengalaman, cakrawala, dan pengetahuan individu. Pengalaman dan proses belajar akan memberikan bentuk dan struktur bagi objek yang ditangkap panca indera, sedangkan pengetahuan dan cakrawala akan memberikan arti terhadap objek yang ditangkap individu, dan akhirnya komponen individu akan berperan dalam menentukan tersedianya jawaban yang berupa sikap dan tingkah laku individu terhadap objek yang ada.
Walgito (dalam Hamka, 2002) menyatakan bahwa terjadinya persepsi merupakan suatu yang terjadi dalam tahap-tahap berikut:
a.       Tahap pertama, merupakan tahap yang dikenal dengan nama proses kealaman atau proses fisik, merupakan proses ditangkapnya suatu stimulus oleh alat indera manusia.
b.      Tahap kedua, merupakan tahap yang dikenal dengan proses fisiologis, merupakan proses diteruskannya stimulus yang diterima oleh reseptor (alat indera) melalui saraf-saraf sensoris.
c.       Tahap ketiga, merupakan tahap yang dikenal dengan nama proses psikologik, merupakan proses timbulnya kesadaran individu tentang stimulus yang diterima reseptor.
d.      Tahap keempat, merupakan hasil yang diperoleh dari proses persepsi yaitu berupa tanggapan dan perilaku.
Berdasarkan pendapat para ahli yang telah dikemukakan, bahwa proses persepsi melalui tiga tahap, yaitu:
a.       Tahap penerimaan stimulus, baik stimulus fisik maupun stimulus sosial melalui alat indera manusia, yang dalam proses ini mencakup pula pengenalan dan pengumpulan informasi tentang stimulus yang ada.
b.      Tahap pengolahan stimulus sosial melalui proses seleksi serta pengorganisasian informasi.
c.       Tahap perubahan stimulus yang diterima individu dalam menanggapi lingkungan melalui proses kognisi yang dipengaruhi oleh pengalaman, cakrawala, serta pengetahuan individu.
Menurut Newcomb (dalam Arindita, 2003), ada beberapa sifat yang menyertai proses persepsi, yaitu:
a.       Konstansi (menetap): Dimana individu mempersepsikan seseorang sebagai orang itu sendiri walaupun perilaku yang ditampilkan berbeda-beda.
b.      Selektif: persepsi dipengaruhi oleh keadaan psikologis si perseptor. Dalam arti bahwa banyaknya informasi dalam waktu yang bersamaan dan keterbatasan kemampuan perseptor dalam mengelola dan menyerap informasi tersebut, sehingga hanya informasi tertentu saja yang diterima dan diserap.
c.       Proses organisasi yang selektif: beberapa kumpulan informasi yang sama dapat disusun ke dalam pola-pola menurut cara yang berbeda-beda.





3.      Faktor-faktor yang Mempengaruhi Persepsi
Thoha (1993) berpendapat bahwa persepsi pada umumnya terjadi karena dua faktor, yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal berasal dari dalam diri individu, misalnya sikap, kebiasaan, dan kemauan. Sedangkan faktor eksternal adalah faktor-faktor yang berasal dari luar individu yang meliputi stimulus itu sendiri, baik sosial maupun fisik.
Dijelaskan oleh Robbins (2003) bahwa meskipun individu-individu memandang pada satu benda yang sama, mereka dapat mempersepsikannya berbeda-beda. Ada sejumlah faktor yang bekerja untuk membentuk dan terkadang memutar-balikkan persepsi. Faktor-faktor ini dari :
a.       Pelaku persepsi (perceiver)
b.      Objek atau yang dipersepsikan
c.       Konteks dari situasi dimana persepsi itu dilakukan.
Berbeda dengan persepsi terhadap benda mati seperti meja, mesin atau gedung, persepsi terhadap individu adalah kesimpulan yang berdasarkan tindakan orang tersebut. Objek yang tidak hidup dikenai hukum-hukum alam tetapi tidak mempunyai keyakinan, motif atau maksud seperti yang ada pada manusia. Akibatnya individu akan berusaha mengembangkan penjelasan-penjelasan mengapa berperilaku dengan cara-cara tertentu. Oleh karena itu, persepsi dan penilaian individu terhadap seseorang akan cukup banyak dipengaruhi oleh pengandaian-pengadaian yang diambil mengenai keadaan internal orang itu (Robbins, 2003).
Gilmer (dalam Hapsari, 2004) menyatakan bahwa persepsi dipengaruhi oleh berbagai faktor, antara lain faktor belajar, motivasi, dan pemerhati perseptor atau pemersepsi ketika proses persepsi terjadi. Dan karena ada beberapa faktor yang bersifat yang bersifat subyektif yang mempengaruhi, maka kesan yang diperoleh masing-masing individu akan berbeda satu sama lain.
Oskamp (dalam Hamka, 2002) membagi empat karakteristik penting dari faktor-faktor pribadi dan sosial yang terdapat dalam persepsi, yaitu:
a. Faktor-faktor ciri dari objek stimulus.
b. Faktor-faktor pribadi seperti intelegensi, minat.
c. Faktor-faktor pengaruh kelompok.
d. Faktor-faktor perbedaan latar belakang kultural.
Persepsi individu dipengaruhi oleh faktor fungsional dan struktural. Faktor fungsional ialah faktor-faktor yang bersifat personal. Misalnya kebutuhan individu, usia, pengalaman masa lalu, kepribadian, jenis kelamin, dan hal-hal lain yang bersifat subjektif. Faktor struktural adalah faktor di luar individu, misalnya lingkungan, budaya, dan norma sosial sangat berpengaruh terhadap seseorang dalam mempresepsikan sesuatu.
Dari uraian di atas dapat ditarik sebuah kesimpulan, bahwa persepsi dipengaruhi oleh beberapa faktor internal dan eksternal, yaitu faktor pemersepsi (perceiver), obyek yang dipersepsi dan konteks situasi persepsi dilakukan.




4.      Aspek-aspek Persepsi
Pada hakekatnya sikap adalah merupakan suatu interelasi dari berbagai komponen, dimana komponen-komponen tersebut menurut Allport (dalam Mar'at, 1991) ada tiga yaitu:
1.      Komponen kognitif
Yaitu komponen yang tersusun atas dasar pengetahuan atau informasi yang dimiliki seseorang tentang obyek sikapnya. Dari pengetahuan ini kemudian akan terbentuk suatu keyakinan tertentu tentang obyek sikap tersebut.
2.      Komponen Afektif
Afektif berhubungan dengan rasa senang dan tidak senang. Jadi sifatnya evaluatif yang berhubungan erat dengan nilai-nilai kebudayaan atau sistem nilai yang dimilikinya.
3.      Komponen Konatif
Yaitu merupakan kesiapan seseorang untuk bertingkah laku yang berhubungan dengan obyek sikapnya.
Baron dan Byrne, juga Myers (dalam Gerungan, 1996) menyatakan bahwa sikap itu mengandung tiga komponen yang membentuk struktur sikap, yaitu:
1.      Komponen kognitif (komponen perseptual), yaitu komponen yang berkaitan dengan pengetahuan, pandangan, keyakinan, yaitu hal-hal yang berhubungan dengan bagaimana orang mempersepsi terhadap objek sikap.
2.      Komponen afektif (komponen emosional), yaitu komponen yang berhubungan dengan rasa senang atau tidak senang terhadap objek sikap. Rasa senang merupakan hal yang positif, sedangkan rasa tidak senang merupakan hal yang negatif.
3.      Komponen konatif (komponen perilaku, atau action component), yaitu komponen yang berhubungan dengan kecenderungan bertindak terhadap objek sikap. Komponen ini menunjukkan intensitas sikap, yaitu menunjukkan besar kecilnya kecenderungan bertindak atau berperilaku seseorang terhadap objek sikap.
Rokeach (Walgito, 2003) memberikan pengertian bahwa dalam persepsi terkandung komponen kognitif dan juga komponen konatif, yaitu sikap merupakan predisposing untuk merespons, untuk berperilaku. Ini berarti bahwa sikap berkaitan dengan perilaku, sikap merupakan predis posisi untuk berbuat atau berperilaku.
Dari batasan ini juga dapat dikemukakan bahwa persepsi mengandung komponen kognitif, komponen afektif, dan juga komponen konatif, yaitu merupakan kesediaan untuk bertindak atau berperilaku. Sikap seseorang pada suatu obyek sikap merupakan manifestasi dari kontelasi ketiga komponen tersebut yang saling berinteraksi untuk memahami, merasakan dan berperilaku terhadap obyek sikap. Ketiga komponen itu saling berinterelasi dan konsisten satu dengan lainnya. Jadi, terdapat pengorganisasian secara internal diantara ketiga komponen tersebut.
B.     Remaja
1.      Pengertian Remaja
Remaja dari bahasa latin adolescence yang artinya “tumbuh” atau “tumbuh menjadi dewasa”. Istilah ini mencakup arti yang luas mencakup kematangan mental, emosional sosial dan fisik (Hurlock, 1983: 235). Menurut Sarwono (2003: 52) masa remaja adalah masa peralihan dari anak-anak ke dewasa, bukan hanya dalam artian psikologis tetapi juga fisik. Bahkan perubahan-perubahan fisik yang terjadi itulah yang merupakan gejala primer dalam pertumbuhan remaja, sedangkan perubahan-perubahan psikologis muncul antara lain sebagai akibat dari perubahan-perubahan fisik.
Secara tradisional masa remaja dianggap sebagai periode “badai dan tekanan”, suatu masa dimana ketegangan emosi meninggi sebagai akibat dari perubahan fisik dan kelenjar, meningginya emosi remaja disebabkan kerana remaja dibawah tekanan sosial dan menghadapi kondisi ganda. Sedangkan selama masa kanak-kanak remaja kurang mempersiapkan diri untuk menghadapi tekanan-tekanan itu (Hurlock, 2002: 212).
Remaja adalah masa transisi dari periode anak ke dewasa atau masa usia belasan tahun atau jika seseorang menunjukkan tingkah laku tertentu seperti susah diatur, mudah terangsang perasaannya dan sebagainya (Sarwono, 2003: 2). Menurut Sarwono (2003: 8) remaja dalam arti adolescence yang berarti tumbuh ke arah kematangan. Kematangan di sini tidak hanya berarti kematangan fisik, tetapi terutama kematangan sosial-psikologis.
Anak remaja sebetulnya tidak mempunyai tempat yang jelas. Ia tidak termasuk golongan anak, tetapi ia tidak pula termasuk golongan dewasa atau golongan tua. Remaja ada di antara anak dan dewasa. Remaja masih belum mampu untuk menguasai fungsi fisik maupun psikisnya. Ditinjau dari segi tersebut mereka masih tergolong kanak-kanak, mereka masih harus menemukan tempat dalam masyarakat (Monks, 2006: 259).
Percepatan pertumbuhan anak menjelang dan selama masa remaja ini menyebabkan tanggapan masyarakat yang berbeda pula. Mereka diharapkan memenuhi tanggung jawab orang dewasa, tetapi berhubung antara pertumbuhan fisik dan pematangan psikisnya masih ada jarak yang cukup lebar, maka kegagalan yang sering dialami remaja dalam memenuhi tuntutan sosial ini menyebabkan frustasi dan konflik-konflik batin pada remaja terutama bila tidak ada pengertian pada pihak orang dewasa (Monks, 2006: 268).
Jadi, bisa dikatakan bahwa remaja adalah pertumbuhan anak menjadi dewasa, pertumbuhan itu mencakup pertumbuhan fisik, psikis dan sosialnya.

2.      Fase-fase pada Remaja
Fase-fase perkembangan pada remaja menurut Monks (2006: 262) antara lain :
a.       Remaja awal (early adolescence)
Berada pada rentang usia 12 sampai 15 tahun. Masa dimana remaja merasakan kepekaan yang berlebih-lebihan ini ditambah dengan berkurangnya kendali terhadap “ego” menyebabkan para remaja awal sulit mengerti dan di mengerti orang dewasa (Sarwono, 2003: 25).
b.      Remaja tengah (midlle adolescence)
Dengan rentang usia 15 tahun sampai 18 tahun. Pada tahap ini sangat membutuhkan kawan-kawan. Ia senang kalau banyak teman yang menyukainya. Ada kecenderungan “narcistic”, yaitu mencintai diri sendiri, dengan menyukai teman-teman yang punya sifat yang sama dengan dirinya. Selain itu ia berada dalam kondisi kebingungan karena ia tidak tahu harus memilih yang mana, peka atau tidak peduli, ramai-ramai atau sendiri, idealis atau materialis dan sebagainya (Sarwono, 2003: 25).
c.       Remaja akhir (late adolescence)
Berkisar antara usia 18 tahun sampai 21 tahun. Pada tahap ini adalah masa konsolidasi menuju periode dewasa (Sarwono, 2003: 25).



3.      Tugas-tugas Perkembangan Remaja
Tugas-tugas perkembangan masa remaja menurut Havinghurs (dalam Sarwono, 2003: 40-41) sebagai berikut:
a.       Menerima kondisi fisik dan memanfaatkan tubuhnya secara efektif.
b.      Menerima hubungan yang lebih matang dengan teman sebaya dari jenis kelamin yang mana pun.
c.       Menerima peran jenis kelamin masing-masing (laki-laki atau perempuan).
d.      Berusaha melepaskan diri dari ketergantungan emosi terhadap orangtua dan orang dewasa lainnya.
e.       Mempersiapkan karir ekonomi.
f.        Mempersiapkan perkawinan dan kehidupan berkeluarga.
g.       Mencapai sistem nilai dan etika tertentu sebagai pedoman tingkah lakunya.
Menurut Gunarsa (2001: 129-131) tugas-tugas perkembangan remaja, yaitu:
a.       Menerima keadaan fisiknya
b.      Memperoleh kebebasan emosionalnya
c.       Mampu bergaul
d.      Menemukan model identifikasi
e.       Mengetahui dan menerima kemampuan sendiri
f.        Memperkuat pengusaan diri atas dasar skala nilai dan norma
g.       Meningkatkan reaksi dan cara penyesuaian kekanak-kanakan



C.     Dinamika Remaja dan Narkoba
Peristiwa makin banyaknya penyalahgunaan obat-obatan terlarang khususnya narkoba dikalangan pelajar saat ini benar-benar telah menggelisahkan masyarakat dan keluarga-keluarga di Indonesia. Melihat kenyataan dilapangan bahwa semakin banyak remaja kita yang terlibat kasus narkoba menjadi indikasi betapa besarnya pengaruh narkoba dalam kehidupan remaja di Indonesia. Yang perlu diwaspadai, kasus penyalahgunaan narkoba yang terjadi di kalangan remaja kita ibarat fenomena gunung es dimana kasus yang terlihat hanya sebagaian kecil saja, sementara kejadian sebenarnya sudah begitu banyak (Mardiya, 2010: 2).
Penelitian yang dilakukan oleh Hawari (1996: 148), diperoleh data yang mana umumnya kasus penyalahgunaan NAZA mulai memakai NAZA pada usia remaja (13-17 tahun) sebanyak 97% dan usia termuda 9 tahun. Dari hasil data yang diperoleh pada periode triwulan I tahun 2012 Badan Narkotika Provinsi Jawa Timur menunjukkan bahwa sebagian besar jumlah tersangka penyalahgunaan narkoba adalah 511 atau 51, 9% dari tingkat pendidikan tersangka SMA, sedangkan urutan ke-2 tersangka dengan tingkat pendidikan SMP sebanyak 289 atau 29, 4% (BNP, 2012: 18).
Perlu dicermati dan diperhatikan bahwa tersangka terbesar adalah pendidikan SMA karena masa SMA merupakan masa remaja yang penuh gejolak dalam mencari jati diri sehingga jiwanya labil dan mudah terpengruh, oleh karena itu perlu diberi penyuluhan atau pembinaan tentang narkotika dan dampak buruk penyalahgunaan narkoba. Hal ini terbukti dengan adanya peningkatan jumlah korban penyalahgunaan narkoba pada tingkat pendidikan SMA meningkat 136 orang atau 13,8% bila dibandingkan dengan tahun 2011 sebanyak 375 orang (BNP, 2012: 19).


1.      Faktor-faktor Penggunaan Narkoba
Ada beberapa alasan penyebab seseorang itu mulai atau meneruskan pemakaian narkotika adalah sebagai berikut:
a.       Karena didorong oleh rasa ingin tahu dan iseng
b.      Agar supaya diterima dikalangan tertentu
c.       Untuk melepaskan diri dari kesepian dan memperoleh pengalaman-pengalaman emosional.
d.      Untuk menghilangkan rasa frustasi dan kegelisahan disebabkan suatu problem yang tidak bisa diatasi dan jalan pikiran buntu.
e.       Untuk menetang atau melawan sesuatu otoritas (orang tua, guru, hukum) (Prakoso dkk., 1987: 492-493).
Sedangkan faktor utama yang mempengaruhi penyalahgunaan narkotika adalah:
a.       Pemakaian untuk tujuan coba-coba
Mencoba obat sekali atau beberapa kali setelah itu menghentikan sama sekali.
b.      Pemakaian untuk iseng
Pemakaian obat secara terputus-putus tanpa menimbulkan ketergantungan baik kejiwaan maupun jasmaniah.
c.       Pemakaian karena ketergantungan
Pemakaiaan obat disini untuk memperoleh kembali pengaruh obat bersangkutan atau untuk menyembuhkan rentetan gangguan jasmaniah karena kompleks gejala akibat pantang (Prakoso dkk., 1987: 492-493).

2.      Akibat Penggunaan Narkoba
Penyalahgunaan narkoba dapat merusak kesehatan seseorang baik secara jasmani, mental maupun emosional. Penyalahgunaan tersebut menimbulkan gangguan pada perkembangan normal seseorang, daya ingat, perasaan, persepsi dan kendali diri. Karena penggunaan narkoba akan diikuti oleh perubahan pikiran, perasaan, dan perilaku maka hal-hal yang dalam kondisi normal tidak akan dilakukan seseorang, setelah memakai narkoba tersebut tidak ada yang tidak mungkin ia lakukan termasuk melukai atau membunuh orang. Bahkan dapat merubah pribadi orang yang berwatak lembut menjadi perilaku yang penuh kekerasan (BNP, 2010: 18).
Adapun dampak penyalahgunaan narkoba secara psikologis antara lain:
                      a.      Emosi labil atau tidak terkendali
                     b.      Kecenderungan untuk selalu berbohong
                      c.      Tidak memiliki tanggungjawab
                     d.      Hubungan dengan keluarga, guru, dan teman serta lingkungan terganggu
                      e.      Cenderung menghindari kontak komunilkasi dari orang lain
                       f.      Merasa dikucilkan atau menarik diri dari lingkungan
                      g.      Tidak peduli dengan nilai atau norma yang ada
                      h.      Menimbulkan gangguan konsentrasi pikiran dan sulit berfikir
                        i.      Cenderung apatis atau tak acuh, adanya kegaduhan (hilaritas), rasa khawatir (anxietas), perasaan tertekan, gelisah, agresif, memiliki rasa gembira yang berlebihan (euphoria), mudah terpengaruh dan memiliki rasa curiga.
                       j.      Menurunnya semangat bahkan bisa tidak memiliki semangat juang (syndrom amotivasional)
                     k.      Menimbulkan ilusi, depresi, kebingungan, dan gerakan menjadi lamban
                        l.      Gangguan jiwa psikotis seperti skizofrenia (BNP, 2010: 20-26).
Pengguanaan secara berkali-kali narkotika juga membuat seseorang dalam keadaan tergantung pada narkotika. Ketergantungan ini bisa ringan dan bisa berat. Berat ringannya ketergantungan ini diukur, kenyataan sampai beberapa jauh ia bisa lepaskan diri dari penggunaan itu. Ketergantungan itu antara lain:
a.        Ketergantungan psikis (psychological dependence)
Adanya keinginan atau dorongan pada diri individu yang semakin besar akan rasa kebutuhannya terhadap narkotika. Kebutuhan itu untuk  memperoleh perasaan senang (eupnone). ketergantungan psikologis ditandai dengan timbulnya keadaan lupa pada si pemakai. Sehingga ia dapat melepaskan diri dari konflik yang tidak bisa ia atasi. Penggunaan narkotika itu kerap kali mempertahankan ketegangan antara orang itu dengan masyarakat sekitarnya, ia makin tidak dapat menyesuaikan diri dengan sekitarnya (Prakoso dkk., 1987: 494).
b.      Ketergantungan fisik (physical dependence)
Penggunaan yang terus-menerus akan menimbulkan berkurangnya kepekaan terhadap bahan itu badan menjadi terbiasa sehingga sampai pada tingkat kekebalan atau toterance. Akhirnya efek akan bertambah terus dan tidak dapat dihentikan (Prakoso dkk., 1987: 494-495).
Menurut Hawari (1999: 140), secara umum mereka yang menyalahgunakan NAZA dapat dibagi dalam 3 golongan besar, yaitu:
a.       Ketergantungan primer
Ditandai dengan adanya kecemasan dan depresi, yang umumnya terdapat pada orang dengan kepribadian yang tidak stabil.
b.      Ketergantungan sistomatis
Pengalahgunaan NAZA sebagai salah satu gejala dari tipe kepribadian yang mendasarinya, pada umumnya terjadi pada orang dengan kepribadian psikopatik (antisosial), kriminal, dan pemakaian NAZA untuk kesenangan semata.
c.       Ketergantungan reaktif
Terutama terdapat pada remaja karena dorongan ingin tahu, pengaruh lingkungan dan tekanan teman kelompok sebaya (peer group pressure).

3.      Remaja Pasca Ketergantungan Narkoba
Dapat diperoleh dua pengertian yaitu “pasca” yang berarti sesudah atau setelah. Sedangkan “ketergantungan narkoba” (drug dependence) yang berarti penyakit atau gangguan kepribadian yang ditandai dengan pengunaan atau penyalahgunaan tipe-tipe obat bius tertentu (Kartono, 1987: 133). Jadi remaja pasca ketergantungan narkoba adalah seorang remaja setelah mengalami gangguan kepribadian yang ditandai dengan penggunaan atau penyalagunaan tipe-tipe obat bius tertentu. Penyembuhan terhadap ketergantungan sebagai akibat penyalahgunaan obat bius, bisa mencakup terapi dengan obat-obatan suportif (yang mendukung atau membantu) baik tunggal maupun yang dikombinasikan, perawatan dalam lembaga-lembaga atau rumah sakit, psikoterapi individual dan kelompok (Chaplin, 1993:152-153). 


D.    Kerangka Teoritik
Individu pengguna narkoba tidak dapat semata-mata dilihat sebagai korban dari berbagai faktor lingkungan diluar dirinya. Pengguna narkoba memiliki sikap dan kecenderungan tingkah laku yang khas dan berbeda dengan orang-orang seusianya (Adelina, 2008: 17). Bahkan banyak orang yang beranggapan bahwa pengguna narkoba adalah orang yang tidak bermanfaat dan produktivitasnya rendah (Widianingsih & Nilam, 2009: 10). Baik pengguna maupun mantan pengguna, cenderung merasa dikucilkan oleh masyarakat sekitar lingkungannya, sulit mencari pekerjaan, dan sulit bersosialisasi dalam masyarakat sehingga mereka cenderung menarik diri dari lingkungannya (BNN, 2011: 93).
Beberapa hal tersebut yang menyebabkan remaja pasca mengalami ketergantungan narkoba memiliki persepsi negatif terhadap diri mereka. Stigma dari faktor lingkungan sangatlah mempengaruhi persepsi pada diri mereka. Pada hakikatnya persepsi merupakan proses menginterpretasikan dan mengorganisasikan pola-pola stimulus yang berasal dari lingkungan (Ali & Ansori, 2004: 192). Sehingga individu dapat mementukan bagaimana seharusnya ia bereaksi terhadap stimulus yang ada disekitarnya. John Lock dkk (Ali & Ansori, 2004: 193) berpendapat bahwa persepsi itu tidak dibawa sejak lahir melainkan merupakan hasil dari proses belajar dan pengalaman. Bahkan mereka menegaskan bahwa persepsi hanya mungkin terjadi pada individu setelah melalui proses pengalaman dan belajar yang cukup lama. Menurut Walgito (1993) persepsi dalam arti umum adalah pandangan seseorang terhadap sesuatu yang akan membuat respon bagaimana dan dengan apa seseorang akan bertindak.
Pada penelitian ini dijelaskan bahwa subyek adalah seorang remaja yang pernah mengalami ketergantungan narkoba dan sudah sembuh dari proses rehabilitasi di Pondok Inabah Surabaya. Tetapi ia masih mengikuti binaan lanjutan di Pondok Pesantren Suryalaya Surabaya. Pondok disini adalah lingkungan baru subyek sebagai faktor eksternal yang memberikan hasil belajar dan pengalaman pada diri subyek sebagai faktor internalnya sehingga ia memiliki pandangan terhadap dirinya pasca mengalami ketergantungan narkoba. Oleh karena itu ia mampu bertindak, berperilaku atau berinteraksi dengan sekitarnya.

Gambar 2.1 :  Kerangka Teoritik


 

















BAB III
METODE PENELITIAN


A.     Pendekatan dan Jenis Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif. Bogdan dan Taylor (dalam Moleong, 2009: 3) mendefinisikan metode kualitatif sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati. Penelitian ini bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian misalnya perilaku, motivasi, tindakan dan lain-lain, secara holistik dan dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa. Pada suatu konteks khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode alamiah.
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini studi kasus. Poerwandari (2005: 108) menyatakan bahwa studi kasus adalah suatu fenomena khusus yang hadir dalam suatu konteks yang terbatasi (bounded context), meski batas-batas anatara fenomena dan konteks tidak sepenuhnya jelas. Menurut Bungin (2001: 30) sifat studi kasus adalah pendekatan yang bertujuan untuk mempertahankan keutuhan (wholeness) dari obyek penelitian, dalam arti obyek dipelajari sebagai suatu keseluruan yang terintegrasi.
Pendekatan studi kasus membuat peneliti dapat memperoleh pemahaman utuh dan integritasi mengenai interrelasi berbagai fakta dan dimensi dari kasus khusus tersebut (Poerwandari, 2005: 108). Gambaran
subtansial dari penelitian studi kasus ini sesuai obyek penelitian ini yaitu berupa persepsi diri remaja khususnya remaja yang pasca ketergantungan narkoba yang tergambar melalui tingkah laku yang nampak oleh remaja tersebut. Obyek penelitian berada pada kondisi alami dan tidak dimanipulasi atau diberikan perlakuan tertentu.
Data yang akan dikumpulkan cenderung tidak teratur, karena data tersebut merupakan perilaku yang menjadi kebiasaan remaja tersebut dalam sehari-hari. Data yang dikumpulkan berupa kata-kata, kalimat-kalimat, rekaman perilaku, dan dokumen melalui pengamatan dilapangan, wawancara, dan dokumentasi, kemudian dianalisis secara induktif untuk mendapatkan makna yang eksplisit tentang persepsi diri remaja tersebut.
Berdasarkan alasan-alasan inilah khususnya sifat dan hakekat data konsep diri remaja yang merupakan perilaku yang nampak menjadi kebiasaan sehari-hari maka penelitian ini menggunakan jenis penelitian studi kasus. Sebab dengan metode studi kasus ini akan dimungkinkan peneliti untuk memahami subyek secara pribadi dan memandang subyek sebagaimana subyek penelitian memahami dan mengenal dunianya sendiri.  
B.     Kehadiran Peneliti
Melakukan penelitian studi kasus pada hakekatnya adalah untuk memperoleh pemahaman utuh dan terintegrasi mengenai interelasi berbagai fakta dan dimensi dari kasus khusus tersebut (Poerwandari, 2005: 10). Peneliti merupakan instrument utama. Oleh sebab itu, kehadiran dan keterlibatan peneliti pada penelitian ini sangat diperlukan dalam situasi sesungguhnya.
Kehadiran peneliti bukan hanya sebagai pengamat penuh yang mengobservasi berbagai kegiatan yang dilakukan subyek penelitian. Tetapi  juga untuk memperjelas dan memahami subyek tersebut, maka dari itu dilaksanakan pula wawancara secara mendalam pada subyek diluar jam kegiatan pondok atau jam sekolah.
Berkaitan dengan hal ini tentu saja kehadiran peneliti ini akan diketahui oleh subyek. Peneliti mengamati dan mewawancarai subyek selama kurang lebih dua bulan, yaitu mulai tanggal 20 April-20 Juni. Waktu selama kurang lebih dua bulan tersebut dipandang telah dapat mengumpulkan data yang dibutuhkan, selain itu memang adanya keterbatasan waktu bagi peneliti.
Kehadiran peneliti dalam penelitian ini merupakan partisipan yang dilakukan langsung oleh peneliti di pondok karena subyek lebih banyak menghabiskan waktunya di pondok dari pada di rumah. Hal ini bertujuan untuk melakukan observasi perilaku pada diri subyek yang berhubungan dengan lingkungan sekitar dan kondisi lingkungananya.
Untuk memperoleh data yang lebih lengkap, maka selain dilakukan wawancara secara mendalam kepada subyek, peneliti juga melakukan wawancara pada pengurus-pengurus pondok yang kesehariannya bersama dengan subyek dan memahami betul keadaan subyek.
C.     Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Pondok Pesantren Suryalaya Koordinator Wilayah Jawa Timur Jl. Benteng No. 5 Surabaya yang merupakan pusat dari salah satu tempat layanan terapi dan rehabilitasi korban penyalahgunaan narkoba di Jawa Timur yaitu Pondok Inabah XIX Surabaya Jl. Raya Semampir No. 43-47, Semolowaru, Surabaya.
Pondok pesantren ini dibawah Yayasan Serba Bakti dan diasuh oleh KH.Moch. Ali Hanafiyah Akbar yang digunakan sebagai tempat tindak lanjut atau binaan lanjutan setelah selesai menerima binaan di Pondok Inabah XIX Surabaya yang sudah terkenal dengan metode terapinya yaitu metode dzikir Thariqah Qadiriyah Naqsabandiyah.
Fungsi dari terapi dzikir lanjutan ini bisa diibaratkan bagaikan tumbuhan yang keluar kuncupnya sehingga perlu dilakukan penyiraman secara terus menerus untuk menumbuhkan kekokohan jiwanya. Namun bagi anak bina yang tidak mengikuti terapi dzikir lanjutan masih sangat rentan untuk kembali terjun dan terjerumus dalam komunitas narkoba.
Progam lanjutan ini berupa majlis dzikir rutin dan manaqiban yang diadakan sebulan sekali di Ahad yang kedua. Majlis dzikir dilakukan oleh seluruh jama’ah KH. Muhammad Ali Hanafiah Akbar. Selain anak bina peserta yang mengikuti majlis dzikir tersebut, banyak dihadiri oleh warga sekitar dan dari luar kota. Dikarenakan KH. Muhammad Ali Hanafiah Akbar selaku Pembina Koordinator Wilayah Timur Indonesia, maka jama’ah yang menghadiri sangat banyak. Adapun jadwal majlis dzikir dan manaqiban sebagai berikut:     
Tabel 3.1 : Jadwal Kegiatan Rutin Majlis Dzikir dan Manaqiban
Hari
Waktu
Jenis Kegiatan
Lokasi
Ahad dan Kamis
18.00-selesai
Majlis Dzikir
Jl. Benteng No.5A
Ahad ke-2
08.00-selesai
Manaqiban
Jl. Semampir

KH. Muhammad Ali Hanafiah Akbar juga menerima secara langsung konseling bagi alumni pondok pesantren jika ada yang perlu ditanyakan. Banyak orang baik dari umum dan alumni anak binaan meminta tausiyah dari KH. Muhammad Ali Hanafiah Akbar agar memotivasi dalam menjalani kehidupan sehari-hari.
Pondok ini terletak tidak jauh dari wisata religi Sunan Ampel Surabaya, kira-kira 20 m dari bundaran Jl. Benteng. Menghadap utara langsung ke arah jalan raya, sebelah kanan pondok ada pegadaian dan kiri pondok terdapat perkampungan, sedangkan belakang pondok terdapat pabrik atau plumas.
     Gambar 3. 2 : Peta Lokasi 1
ppss 








Gambar 3. 3 : Peta Lokasi 2
pondok




Bangunan pondok terlihat seperti rumah mewah, tidak seperti pondok pesantren lainnya. Pondok ini, selain memiliki kegiatan khas juga dimanfaatkan sebagai tempat manasik haji atau kegiatan penting lainnya. Terdiri dari 3 lantai, yaitu lantai pertama, terdapat kurang lebih 30 kamar yang disediakan untuk santri, pengurus, dan tamu. Ada ruang tamu, kantor, beberapa kamar mandi, bagasi mobil, dapur dan taman. Lantai ke-2 dan ke-3 adalah aula yang digunakan sebaga tempat kegiatan pengajian atau pertemuan-pertemuan penting. Dan setiap aula dilengkapi kamar mandi masing-masing.   
Peraturan pondok ini sama halnya dengan pondok lain yang bisa keluar masuknya dengan izin terlebih dahulu kepada pengurus. Hanya saja pondok ini memiliki kegiatan khusus yang melekat menjadi kekhasan tersendiri.
Suasana di pondok ini sepi dan terjaga sangat aman karena tidak sembarang orang yang bisa masuk. Tamu pun yang masuk pondok ini harus lapor dulu ke pos keamanan. Kecuali malam Jum’at, malam Senin dan Ahad pagi suasana pondok ini sangat ramai, karena masyarakat berdatangan untuk mengikuti pengajian, baik dari dalam dan luar kota bahkan ada yang datang dari luar Jawa.
Pondok Pesantren Suryalaya digunakan sebagai tempat penelitian ini  dikarenakan di pondok ini sebagai tempat tindak lanjut bagi anak bina yang sudah sembuh dari proses rehabilitasi ketergantungan narkoba. Salah satu santri di pondok ini adalah seorang remaja, hal ini tentu saja menarik peneliti, karena tema penelitian ini mengisyaratkan remaja pasca ketergantungan narkoba sehingga diharapkan akan diperoleh data yang sesuai dengan masalah yang diteliti. 
D.    Sumber Data
Data yang diperlukan  dalam penelitian lapangan sebagai kerangka penulisan skripsi ini tentulah data kualitatif. Data kualitatif (Bungin, 2001: 124) diungkapkan dalam bentuk kalimat serta uraian-uraian, bahkan dapat berupa cerita pendek. Sedangkan jenis data kualitatif yang diguanakan adalah adalah data kasus. ciri khas dari data kualitatif adalah menjelaskan kasus-kasus tertentu. Data kasus hanya berlaku untuk kasus tertentu serta tidak bertujuan untuk digeneralisasikan atau menguji hipotesis tertentu sehinngga data dalam penelitian ini sifatnya tekstual dan kontekstual.
Sesuai dengan metode penelitian yang digunakan dalam penelitian skripsi kali ini, maka sebagai sumber primer adalah data yang diperoleh dari remaja pasca ketergantungan tersebut persepsi diri yang diterlihat, subjek nantinya menjadi informasi utama untuk mengupas persepsi diri. Sedangkan sumber sekunder adalah teori-teori yang terkait dengan fokus penelitian yang digunakan. Dalam hal ini informasi diperoleh dari orang terdekat subjek.
E.     Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data merupakan langkah yang paling strategis dalam penelitian, karena tujuan utama dari penelitian adalah mendapatkan data. Tanpa mengetahui teknik pengumpulan data, maka peneliti tidak akan mendapatkan data yang memenuhi standar yang ditetapkan (Sugiyono, 2010: 62).
Prosedur pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian ini adalah:
1.   Observasi
Observasi (Subagyo, 1997: 63) adalah pengamatan yang dilakukan secara sengaja, sitematis mengenai fenomena sosial dengan gejala-gejala psikis untuk kemudian dilakukan pencatatan. Menurut Patton (dalam Poerwandari, 2005: 118) tujuan observasi adalah mendeskripsikan setting yang dipelajari, aktivitas-aktivitas yang berlangsung, orang-orang yang terlibat dalam aktivitas, dan makna kejadian dilihat dari perspektif mereka yang terlihat dalam kejadian yang diamati tersebut.
Penelitian ini menggunakan observasi partisipasi pasif, dimana peneliti datang ke tempat subyek penelitian, tetapi tidak ikut terlibat dalam kegiatan yang dilakukan oleh subyek penelitian tersebut. Observasi dilakukan di tempat remaja tinggal yaitu Pondok Pesantren Suryalaya Surabaya.
Catatan lapangan disusun oleh peneliti saat melakukan observasi. Catatan lapangan berisi tentang hal-hal yang diamati, apapun yang dianggap oleh peneliti penting. Catatan lapangn ditulis secara deskriptif, diberi tanggal waktu, dan dicatat dengan menyertakan informasi dasar seperti dimana observasi dilakukan, siapa yang hadir disana, bagaimana setting fisik lingkungan, interaksi sosial, dan aktifitas apa yang berlangsung, dan sebagainya (Poerwandari, 1998: 71).
2.   Wawancara
Metode wawancara (Bungin, 2001: 133) adalah proses memperoleh keterangan untuk bertujuan penelitian dengan cara tanya jawab sambil bertatap muka antara pewawancara dengan responden atau orang yang diwawancarai, dengan atau tanpa menggunakan pedoman (guide) wawancara.
Wawancara kualitatif dilakukan bila peneliti bermaksud untuk memperoleh pengetahuan tentang makna-makna subjektif yang dipahami individu berkenaan dengan topik yang diteliti, dan bermaksud melakukan eksplorasi terhadap isu tersebut, suatu hal yang tidak dapat dilakukan melalui pendekatan lain (Poerwandari, 1998: 72). Penelitian ini menggunakan teknik wawancara dengan pedoman umum. Dalam proses wawancara ini, peneliti dilengkapi pedoman wawancara yang sangat umum, yang mencatumkan isu-isu yang harus diliput tanpa menetukan urutan pertanyaaan, bahkan mungkin mengingatkan peneliti pengecek (checklist) apakah aspek-aspek relevan telah dibahas atau ditanyakan.
3.   Dokumentasi
Dokumentasi atau dokumenter (Bungin, 2001: 152) adalah salah satu metode pengumpulan data yang digunakan untuk menulusuri data sebagian besar datanya adalah berbentuk surut-surat, catatan harian, kenang-kenangan, laporan dan sebagainya. Sifat utama dari data ini adalah tak terbatas ruang dan waktu sehingga member peluang kepada peneliti untuk hal-hal yang telah silam. Dokumen sebagai sumber untuk mengumpulkan data penelitian ini adalah berbagai dokumen seperti hasil tes psikologi serta berbagai dokumen lain yang dimiliki subyek. Maksud lain dari teknik dokumentasi ini adalah untuk menjaring data yang terjaring melalui teknik wawancara dan observasi.
4.   Perekaman
Meskipun data penelitian lebih banyak dikumpulkan melalui teknik observasi dan wawancara, teknik perekaman juga sangat membantu peneliti dalam pengumpulan data yang tidak terjaring melalui teknik observasi dan wawancara. Untuk melakukan rekaman suara, peneliti menggunakan alat perekam berupa handphone Nokia E63. Handphone ini digunakan sebagai alat perekam karena memiliki kelebihan yaitu memiliki kejernihan suara. Hal ini sangat membantu peneliti untuk melakukan penelitian.
F.      Analisis Data
Analisis data studi kasus adalah pengujian sistematik dari data yang diperoleh untuk menetapkan bagian-bagiannya, hubungan antar temuan, dan hubungan bagian terhadap keseluruhan sebagai suatu konsep yang bermakna. Analisis data tidak lain adalah pencarian atau pelacakan pola-pola. Dengan kata lain, semua analisis data studi kasus akan mencakup penelusuran data melalui catatan-catataan (hasil pengamatan lapangan dan wawancara) untuk menemukan pola-pola prilaku subjek yang dikaji sebagai suatu sistem nilai. Ada dua langkah besar yang dilakukan dalam analisis data studi kasus ini, yaitu:
1.      Analisis lapangan
Penelitian studi kasus menekankan pentingnya analisis data awal sementara dalam proses pnegumpulannya, selanjutnya dilakukan penajaman fokus penelitian melalui penulisan laporan reflektif berkali-kali. Analisis yang dikerjakan dilapangan secara terus menerus ini, sementara data dikumpulkan tidak lain merupakan upaya untuk memantapkan data sebagai bahan analisis data akhir sebelum peneliti meninggalkan lapangan penelitian.
2.      Analisis sesudah pengumpulan data
Sesudah pengumpulan data selesai, maka langkah selanjutnya adalah menyempurnakan sebuah sistem kode untuk mengorganisasikan data. Hal ini dilakukan dengan mengembangkan suatu kategori kode. Kategori ini dikembangkan berdasarkan data yang mengindikasikan adanya keteraturan, pola-pola, dan topik-topik, Beberapa kategori yang bisa dibuat sebagai kode misalnya kode latar (setting), kode proses kegiatan, kode komponen, kode persepsi diri, dan sebagainya.
Selanjutnya data dipilah dan disortir kedalam satu kelompok tumpukan atau map menurut kategori kode untuk memudahkan memasukkanya dalam catatan. Pengorganisasian data ini dimaksudkan agar dapat dibaca untuk memperoleh kembali data secara utuh. Kemudian data itu dipelajari dan diambil maknanya, lalu diputuskan untuk dilaporkan.
Adapun teknik analisis data dalam penelitian ini, menggunakan metode seperti yang dikemukakan oleh Miles dan Huberman (Sugiyono, 2010: 91) dengan langkah-langkah sebagai berikut;
1.      Reduksi data
Mereduksi data berarti merangkum, memilih hal-hal yang pokok, menfokuskan pada hal-hal yang penting dicari tema dan polanya. Dengan demikian data yang telah direduksi akan memberikan gambaran yang lebih jelas, dan mempermudah peneliti untuk melakukan pengumpulan data selanjutnya.
2.      Penyajian data (display data)
Setelah data direduksi, maka langkah selanjutnya adalah penyajian data. Melalui penyajian data tersebut, maka data terorganisasikan, tersusun dalam pola hubungan, sehingga akan semakin mudah dipahami. Dalam penyajian data bisa dilakukan dalam bentuk uraian singkat, bagan, hubungan antar kategori. Dan yang paling sering digunakan untuk menyajikan data dalam penelitian kualitatif adalah teks yang bersifat naratif.
3.      Verifikasi
Langkah ketiga dalam analisis data kualitatif adalah penarikan kesimpulan dan verifikasi. Kesimpulan awal yang dikemukankan masih bersifat sementara dan masih dapat berubah.
3.      Pengecekan Keabsahan Data
Untuk memperoleh temuan dan interpretasi data yang absah (trustworthiness) maka perlu adanya upaya untuk melakukan pengecekan data atau pemeriksaan data yang didasarkan atas sejumlah kriteria tertentu. Ada empat kriteria (Moleong, 2009: 324) yang digunakan, yaitu derajat kepercayaan (credibility), keteralihan (transferability), kebergantungan ( dependability), dan kepastian (konfirmability).
1.   Kredibilitas data
Kriteria ini digunakan dengan maksud data dan informasi yang dikumpulkan peneliti harus mengandung nilai kebenaran (valid). Kredibilitas data bertujuan untuk membuktikan apakah yang teramati oleh peneliti sesuai dengan apa yang sesungguhnya ada dalm dunia kenyataan, dan apakah penjelasan yang diberikan tentang dunia kenyataan tersebut memang sesuai dengan yang sebenarnya ada atau terjadi.
Adapun untuk memperoleh keabsahan data, Moleong merumuskan beberapa cara, yaitu: 1) perpanjangan keikutertaan, 2) ketekunan pengamatan, 3) triangulasi, 4) pengecekan sejawat, 5) kecukupan referensial, 6) kajian kasus negatif, dan 7) pengecekan anggota. Dari ketujuh cara tersebut peneliti hanya menggunakan tiga cara yang disesuaikan dengan tujuan penelitian, tiga cara tersebut adalah sebagai berikut:
a.       Triangulasi
Menurut Moleong (2009: 330) yaitu teknik keabsahan data dengan melakukan pengecekan atau perbandingan  data yang diperoleh dengan sumber atau kriteria yang diluar data itu, untuk meningkatkan keabsahan data. Bentuk triangulasi yang akan digunakan dalam penelitian ini yaitu triangulasi sumber dan metode. Triangulasi sumber yaitu dengan cara membandingkan apa yang dikatakan oleh subyek dengan yang dikatakan informan dengan maksud agar data yang diperoleh dapat dipercaya karena tidak hanya diperoleh dari satu sumber saja yaitu subyek penelitian, tetapi juga dapat diperoleh dari sumber lain seperti pengurus pondok sebagai orang terdekat subyek. Untuk triangulasi metode, yaitu dengan cara membandingkan data hasil pengamatan dengan data hasil wawancara dan membandingkan hasil wawancara dengan isi suatu dokumen yang berkaitan. Dalam hal ini peneliti berusaha mengecek kembali data yang diperoleh melalui wawancara.


b.      Kecukupan referensial
Menggunakan bahan referensi yaitu referensi yang utama berupa buku-buku psikologi yang berkaitan dengan konsep diri. Hal ini dimaksudkan agar data yang diperoleh memiliki dukungan dari teori-teori yang telah ada.


c.       Pengecekan anggota
Hal ini dimaksudkan selain untuk mereview data juga untuk mengkorfirmasikan kembali informasi atau interpretasi peneliti dengan subyek penelitian maupun informan. Dalam pengecekan anggota ini, tidak semua subyek atau informan diusahakan terlibatkan kembali, tetapi untuk informan hanya kepada mereka yang dianggap representatif oleh peneliti seperti pengurus pondok.
2.      Ketegasan (confirmability)
kriteria ketegasan ini digunakan untuk mencocokkan data observasi dan data wawancara atau data pendukung lainnya. Dalam proses ini temuan-temuan penelitian dicocokkan kembali dengan data yang diperoleh lewat wawancara dan observasi. Apabila diketahui data-data tersebut cukup koheren, maka temuan penelitian ini dipandang cukup tinggi tingkat konformabilitasnya. Untuk melihat konformabilitas data, peneliti meminta bantuan kepada para ahli terutama kepada dosen pembimbing. Pengecekan hasil dilakukan secara berulang-ulang serta dicocokkan dengan teori yang digunakan dalam penelitian ini.








DAFTAR PUSTAKA


Adelina, I. (2008). Tipe Kepribadian pada Pengguna NAZA. Jurnal Psikologi, 16-35.
Ali & Ansori (2004). Perkembangan Peserta Didik. Jakarta: PT. Bumi Aksara
Arindita, S. (2003). Hubungan antara Persepsi Kualitas Pelayanan dan Citra Bank dengan Loyalitas Nasabah. Skripsi (tidak diterbitkan). Surakarta: Fakultas Psikologi UMS.
Bungin, B. (2001). Metodologi Penelitian Sosial: Format-format Kuantitatif dan Kualitatif. Surabaya: Airlangga University Press.
BNN. (2011). Penyalahgunaan Narkoba dan Upaya Penanggulangannya. Jakarta: Badan Narkotika Nasional.
BNP. (2010). Penyalahgunaan Narkoba dan Upaya Penanggulangannya. Surabaya: Badan Narkotika Provinsi Jawa Timur.   
Chaplin, C. P. (1993). Kamus Lengkap Psikologi. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. 
Dadang, H. (1996). Al Qur’an: Ilmu Kedokteran Jiwa dan Kesehatan Jiwa. Yogjakarta: PT. Dana Bhakti Prima Yasa.
Gerungan, W. A. (1996). Psikologi Sosial. (edisi kedua). Bandung : PT Refika Aditama.
Gunarsa, S. D. (2001). Psikologi Praktis: Anak, Remaja dan Keluarga. Jakarta: PT. BPK Gunung Mulia.
Hamka, M. (2002). Hubungan Antara Persepsi Terhadap Pengawasan Kerja dengan Motivasi Berprestasi. Skripsi. Surakarta: Universitas Muhammadiyah Fakultas Psikologi. Tidak diterbitkan.
Hurlock, E. B. (1983). Psikologi Perkembangan Suatu Pendekatann Sepanjang Rentang Kehidupan (Edisi Kelima). Jakarta: Erlangga.
Kartono, K. (1998). Patologi Sosial 2. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Kartono, K. & Dali, G. (1987). Kamus Psikologi. Bandung: Pionir Jaya.
Kotler, P. (2000). Marketing Manajemen: Analysis, Planning, implementation, and Control 9th Edition, Prentice Hall International, Int, New Yersey
Mar’at. (1991). Sikap Manusia Perubahan Serta Pengukurannya. Jakarta: Ghalia Indonesia.
Mardiya. (2010). Menyoal Penyalahgunaan Obat Terlarang Oleh Remaja. Arkhe, 15-21.
Moleong, L. J. (2007). Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
Monks, F. J. dkk. (2006). Psikologi Perkembangan dalam Berbagai-bagiannya. Yogjakarta: Universitas Gadjah Mada.
Poerwandari, E. K. (2005). Pendekatan Kualitatif untuk Penelitian Perilaku Manusia. Jakarta: LPSP3 UI.
Prakoso, D. S. H., Bambang, R. L., & Amir, M. (1987). Kejahatan-kejahatan yang Merugikan dan Membahayakan Negara. Jakarta: PT. Bina Aksara.  
Rakhmat, J. (1994). Psikologi Komunikasi. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Retnowati, L, Yuli, S. S. & Meiske, Y. S. (2005). Persepsi Remaja Ketergantungan Napza Mengenai Dukungan Keluarga Selama Masa Rehabilitas. Arkhe 10 (2), 76-88.
Robbins, S. P. (2003). Perilaku Organisasi. Jilid I. Jakarta: PT INDEKS Kelompok Garmedia.
Rosyadi, I. (2001). Keunggulan Kompetitif Berkelanjutan Melalui Capabilities-Based Competition: Memikirkan Kembali Tentang Persaingan Berbasis Kemampuan. Jurnal BENEFIT, vol. 5, No. 1, Juni 2001. Surakarta: Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Santrock, J. W. (2002). Life Span Development (Perkembangan Masa Hidup). Jakarta: Erlangga Jilid I.
Santrock, J. W. (2003). Life Span Development (Perkembangan Masa Hidup). Jakarta: Erlangga Jilid II.
Sarwono, S. W. (2003). Psikologi Remaja. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
Schultz, D. (1991). Psikologi Pertumbuhan Model-model Kepribadian Sehat. Yogjakarta: Konisius.
Subagyo, P. J.  (2004). Metode Penelitian: dalam Teori dan Praktek. Jakarta: PT. Rineka Cipta.
Sugiyono. (2010). Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung: CV. Alfabeta.
Walgito, B. (2003). Pengantar Psikologi Umum. Yogyakarta: Andi Offset
Widianingsih, R., & Nilam, W. (2009). Dukungan Orangtua dan Penyesuaian Diri Remaja Mantan Pengguna Narkoba. Jurnal Psikologi, 3 (1), 10-15.
Wirawan, S. W. (2003). Psikologi Remaja. Jakarta: PT Rineka Cipta.
Yusuf, S. (2005). Psikologi Perkembangan Anak & Remaja. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
Yuliana, R. (2007). Gambaran Sosial Support Pecandu Narkoba. Skripsi Program Studi Psikologi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara Medan. Tidak diterbitkan

Lampiran A
PEDOMAN WAWANCARA


A.   Subyek
1.      Selama ini bagaimana caramu menghadapi suatu masalah?
2.      Menurutmu, bagaimana kalau ada orang yang tidak menyukaimu?
3.      Bagaimana penilaian masyarakat (teman-teman) terhadap dirimu?
4.      Menurutmu, apa kamu setara dengan orang lain?
5.      Menurutmu, kepribadian yang seperti apa yang tidak kamu senangi yang ada pada dirimu?
6.      Bagaimana tanggapan subyek, jika mendapatkan kritikan dari orang lain?
7.      Bagaimana caramu memandang hidup untuk masa depan?
8.      Menurutmu, apakah setiap keinginan, perasaan dan perilaku subyek harus disetujui masyarakat sekitarnya

B.   Significant Others
1.      Menurut bapak, bagaimana subjek menilai dirinya sendiri?
2.      Menurut subyek, bagaimana penilaian masyarakat (teman-teman) terhadap diri?
3.      Apa subyek merasa sama dengan orang lain?
4.      Menurut Bapak, apakah setiap keinginan, perasaan dan perilaku subyek harus disetujui masyarakat sekitarnya?
5.      Apakah subyek mampu mengatasi masalahnya sendiri?
6.      Bagaimana tanggapanmu, jika mendapatkan pujian dari orang lain?
7.      Bagaimana subyek menggambarkan diri sendirinya?
8.      Bagaimana cara subyek dalam menyelesaikan masalahnya?
9.      Menurut bapak, bagaimana penilaian masyarakat terhadap subyek?
10.  Bagaimana cara subyek memandang hidup untuk masa depannya?
11.  Bagaimana tanggapan subyek, jika mendapatkan kritikan dari orang lain?
12.  Bagaimana penyesuaikan diri subyek dengan lingkungannya?
13.  Menurut bapak, penilaian subyek terhadap dirinya dimata orang lain itu seperti apa?













Lampiran B
PEDOMAN OBSERVASI


1.      Ruang (tempat)
a.       Setting penelitian
2.      Subyek
a.       Sikap subyek selama proses wawancara
3.      Aktivitas
a.       Perbuatan atau tindakan yang dilakukan subyek selama proses wawancara

Tidak ada komentar:

Posting Komentar