PERSEPSI DIRI REMAJA
PASCA KETERGANTUNGAN NARKOBA
DI PONDOK PESANTREN
SURYALAYA SURABAYA
SKRIPSI
Diajukan kepada
Institut Agama Islam
Negeri Sunan Ampel Surabaya
untuk Memenuhi Salah
Satu Persyaratan dalam Memperoleh
Gelar Sarjana Psikologi
(S. Psi)
Oleh :
SITI
ROIKHANAH
NIM
BO7208146
PROGRAM STUDI PSIKOLOGI
FAKULTAS DAKWAH
INSTITUT AGAMA ISLAM
NEGERI SUNAN AMPEL
SURABAYA
2012
PERSETUJUAN
PEMBIMBING
Skripsi
dengan judul “Persepsi Diri Remaja Pasca
Ketergantungan Narkoba di Pondok Pesantren Suryalaya Surabaya”,
oleh:
Nama : Siti
Roikhanah
NIM : BO7208146
Telah
diperiksa dan disetujui untuk diujikan.
Surabaya, 5
Juli 2012
Dosen Pembimbing,
Drs. Psi. Bambang. Widiatmodjo. M. Si
NIP.195501221985031001
PENGESAHAN
TIM PENGUJI
Skripsi oleh Siti Roikhanah (B07208146) telah
dipertahankan di depan
Tim Penguji Skripsi
Surabaya, 18 Juli
2012
Mengesahkan,
Fakultas Dakwah
Institut Agama Islam Negeri Sunan Ampel
Dekan,
Dr. H. Aswadi, M. Ag
NIP. 196004121994031001
Ketua,
Drs. Psi. Bambang Widiatmodjo, M. Si
NIP. 195501221985031001
Sekretaris,
Soffy Balgies, S. Psi, M. Psi
NIP. 197609222009122001
Penguji I,
Drs. Sjahudi Sirodj, M. Si
NIP. 195205041980031003
Penguji II,
Nailatin Fauziyah, S. Psi, M. Si
NIP. 197406122007102006
MOTTO
“Dalam setiap kesulitan,
pasti akan ada kemudahan,
dan,
Barang
siapa yang memperkenankan do’a dalam setiap kesulitannya, maka
Allah akan menghilangkan segala kesulitan itu dengan memberikan kemudahan
setelahnya”.
PERSEMBAHAN
Teruntuk
:
Almarhum
Ayahandaku H. Manshur Taukhid,
pendidikan
ini ku tempuh selama 4 tahun tanpa Ayah disisiku tapi inilah hasil didikan Ayah
dimasa kecil dan remajaku dulu.
Ibundaku
Tercinta Hj. Khusnah,
dengan
cucuran air matamu yang tiada henti dan tidak pernah lelah mendo’akanku disiang
dan malammu, disetiap bait-bait latunan do’a tahajuddmu engkau tak pernah lupa
menyelipkan do’amu untukku meskipun aku hanya tertidur pulas dimalam itu,
cucuran
keringatmu demi memberikan sesuatu yang sangat berharga bahkan beribu-ribu
harganya berupa moril dan materiilnya untukku, dan begitu besarnya kasih
sayangmu padaku yang tidak bisa tergantikan oleh apapun didunia ini, aku hanya
bisa berdo’a penuh harapan, semoga Allah SWT menggaransikan Jannah-Nya kepada
kalian berdua.
Kakak-kakakku,
Cak
Ubed+Mbak Tari, Cak Ir+Mbak Ida, Cak Yin+Mbak Ima, Neng Khumah+Mas Ulum
yang
senantiasa mengajari hari demi hariku tentang makna indahnya hidup.
Keponakan-keponakanku
yang lucu**
Fais,
Sinta, Lena dan Luna
yang
selalu mengisi hari-hariku dengan senyuman dan tawa kalian.
Wahai
engkau sang Abdullah
yang
kelak Allah hadirkan tuk menemani detik-detik nafasku, melaksakan sunnah dan
menjalankan ibadah kepadaMu hanya demi mengharap Ridho dan JannahMu. Dalam setiap
tahajjudku, aku hanya bisa berdo’a semoga Allah SWT memberikan yang terbaik
untukku. Karena aku masih disini dengan penuh rasa sabar dan setia menantikan
hadirmu dalam hidupku.
Dosen-dosenku,
guru
atau ustadaz-ustadzahku yang memberikan motivasi dan bimbingannya yang membuatku
mampu mengispirasikan goresan ini.
Sahabat-sahabatku,
Mbak
Nopy, Memel, si Kasih dan Yuvien, temen-temenku J3, temen-temenku Klinis,
temen-temenku KKN PAR ’51 Desa Bubulan dan teman-teman sebimbinganku, indahnya
perjuangan kebersaaman kita yang tak akan pernah terhapus dari memori
ingatanku.
Tak
pernah lupa buat Mbak-mbakku
Mbak
Irma, Mbak Ibah, Mbak Petty, Mbak Mila, dan Mbak Diny maniesnya kasih sayang
yang kalian berikan padaku tak akan lekang oleh waktu.
Temen-temen
Costku ‘28
si Nduk
Ain, DieaNa, Mbak Dian cibi Hag**, Mbak Dhew** istimewa, Mbak Anies, Mega,
Richa dan Lya.
Pren-prenku
di HP
dan FB AnNa aL HaNna yang menghiasi senyum semangat lewat sms, telpon dan
status kalian.
Tuk
semua pren-prenku yang lain,
dengan
penuh penyesalan aku meminta maaf karna tak bisa menyebutkan kalian satu per
satu. Aku ucapkan terima kasih banyak atas semua do’a dan semangat yang kalian
berikan untuk memotivasiku selama ini.
Mungkin
ini bukanlah karya terbaikku yang tak patut dan tak pantas ku persembahkan pada
kalian semua, tetapi lewat proses pembelajaran 4tahun inilah yang akan menjadi
jauh lebih indah dan penting untuk kedepannya,
Ku yakin
Allah jauh lebih tahu segalaNya,
Karena Allah lah yang mampu menyaksikan setiap
langkah kaki dan tarian indah tanganku ini,
Semoga
setiap butiran ilmu yang ku terima akan menjadi barokah dan manfa’at untukku
dan semuanya…
Aamiin…
(^_^)
KATA
PENGANTAR
Dengan nama Tuhan Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang.
Segala puji syukur senantiasa penulis haturkan kepada-Nya yang telah
melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan
skripsi ini dengan baik. Sholawat serta salam semoga tercurahkan kepada Nabi
kita beserta keluarga dan sahabat-sahabatnya.
Penulis sangat menyadari bahwa skripsi dengan judul “Persepsi
Diri Remaja Pasca Ketergantungan Narkoba di Pondok Pesantren Suryalaya Surabaya”,
ini masih jauh dari kesempurnaan. Namun demikian penulis berharap skripsi ini
dapat bermanfaat untuk masyarakat dan juga memenuhi persyaratan untuk memperoleh
gelar Sarjana Psikologi pada Fakultas Dakwah IAIN Sunan Ampel Surabaya.
Penulis
banyak mendapat masukan dan bantuan dari berbagai pihak baik moril maupun
materil dalam penyusunan skripsi ini. Oleh karena itu, penulis menghanturkan
terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada mereka yang
terhormat:
1.
Prof.
Dr. H. Abd A’la. M. Ag, selaku rektor IAIN Sunan Ampel Surabaya.
2.
Dr.
H. Aswadi, M. Ag, selaku dekan Fakultas Dakwah IAIN Sunan Ampel Surabaya.
3.
Dr.
dr. Hj. Siti Nur Asiyah, M. Ag, selaku ketua Program Studi Psikologi, yang
telah memberikan motivasi dan pengarahan selama penyusunan studi di Program
Studi Psikologi.
4.
Drs. Psi. Bambang.
Widiatmodjo. M. Si,
selaku dosen pembimbing yang memberikan masukan dan memberi bimbingan, arahan
sehingga skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik dan lancar.
5.
Bapak
dan ibu dosen Program Studi Psikologi Fakultas Dakwah yang telah membimbing dan
memberikan ilmu dengan sabar selama penulis kuliah.
6.
KH.
Ali Hanafiah Akbar selaku pengasuh, H. Rofiquddin selaku ketua dan Bapak Thohir
selaku pengurus Pondok Pesantren Suryalaya Surabaya yang memberikan izin untuk
melaksanakan penelitian ini dan banyak membantu memberikan do’a maupun
motivasi, terutama saudara Prasetya yang sangat berpengaruh penting untuk
menyelesaikan skripsi ini.
7.
Badan
Narkotika Provinsi Jawa Timur yang ikut serta berpatisipasi memberikan arahan
dan motivasi dalam mengerjakan skripsi ini.
8.
Ibunda
Hj. Khusnah tercinta beserta keluarga yang senantiasa mencurahkan kasih sayang,
kesabaran serta dorongan moril dan materil yang tiada henti demi
terselesaikannya pendidikan ini.
9.
Kakak-kakak
tercintaku, Cak Yin dan Neng Khumah yang telah memberikan semangat untuk
menyelesaikan tugas akhir ini.
10.
Semua
pihak yang telah membantu terselesaikannya skripsi ini, baik secara langsung
maupun tidak langsung yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.
Penulis
menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu
kritik dan saran yang konstruktif sangat penulis harapkan demi kesempurnaan
skripsi ini.
Akhir
kata, hanya kepada Tuhan penulis berharap dan berdoa semoga skripsi ini dapat
memberi banyak manfaat bagi pembaca dan pecinta ilmu, dan dapat memberikan
sumbangan bagi khazanah ilmu pengetahuan serta menjadi amal ibadah bagi
penulis. Aamiin.
Surabaya,
5 Juli 2012
Penulis
ABSTRAKSI
Siti
Roikhanah, 2012. "Persepsi Diri Remaja Pasca Ketergantungan Narkoba Di
Pondok Pesantren Suryalaya Surabaya".
Tujuan dalam
penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana persepsi diri
remaja pasca mengalami ketergantungan narkoba di Pondok Pesantren Suryalaya
Surabaya.
Maka masalah dalam penelitian
ini dapat difokuskan sebagai berikut:
“Bagaimana persepsi diri remaja pasca mengalami ketergantungan narkoba di
Pondok Pesantren Suryalaya Surabaya?”
Untuk
menjawab permasalahan tersebut peneliti menggunakan pendekatan kualitatif dan
jenis penelitian studi kasus. Teknik yang digunakan dalam mengumpulkan data
adalah observasi, wawancara, dan dokumentasi. Data yang diperoleh melalui
pengumpulan data tersebut, kemudian dianalisis dengan menggunakan reduksi data,
display data dan verifikasi. Analisis studi kasus penelitian ini yaitu dengan cara mendeskripsikan
dan menjelaskan atau menggambarkan keadaan suatu subyek penelitian berdasarkan
kenyataan yang ada di lapangan atau apa adanya.
Penelitian ini dilakukan di Pondok Pesantren
Suryalaya Koordinator Wilayah Jawa Timur Jl. Benteng No. 5 Surabaya
yang merupakan pusat dari salah satu tempat layanan terapi dan
rehabilitasi korban penyalahgunaan narkoba di Jawa Timur yaitu Pondok Inabah
XIX Surabaya Jl. Raya Semampir No. 43-47,
Semolowaru, Surabaya dengan menggunakan 1 subyek penelitian yaitu remaja
pasca ketergantungan narkoba yang telah selesai menjalani proses rehabilitasi
dan 1 significant others yaitu orang
yang memiliki kedekatan dengan subyek selama lebih dari 1 tahun.
Persepsi diri merupakan pandangan atau penilaian
terhadap dirinya sendiri yang diperoleh dari hasil belajar atau pengalaman yang
mempengaruhi individu tersebut untuk berinteraksi atau berperilaku dengan
sekitarnya. Sedangkan remaja pasca ketergantungan
narkoba adalah seorang remaja setelah mengalami gangguan kepribadian yang
ditandai dengan penggunaan atau penyalagunaan tipe-tipe obat bius tertentu.
Dari analisis data tersebut didapat kesimpulan
bahwa subyek mempunyai persepsi diri positif saat berada di lingkungan pondok
karena di lingkungan ini subyek mendapatkan penilaian positif dari orang-orang
di sekitarnya. Hasil belajar atau pengalaman subyek yang didapatkannya di
lingkungan pondok mampu membentuk persepsi pada dirinya sehingga ia mampu
berinteraksi dan berperilaku baik dengan orang-orang yang ada di lingkungan
sekitarnya.
Kata Kunci : Pesepssi Diri,
Remaja Dan Narkoba
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL...................................................................................... i
HALAMAN PERSETUJUAN
PEMBIMBING.............................................. ii
HALAMAN PENGESAHAN........................................................................ iii
MOTTO......................................................................................................... iv
HALAMAN PERSEMBAHAN...................................................................... v
KATA PENGANTAR ................................................................................... vii
ABSTRAKSI.................................................................................................. ix
DAFTAR ISI ................................................................................................. x
DAFTAR TABEL........................................................................................... xii
DAFTAR GAMBAR...................................................................................... xiii
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................. xiv
BAB I : PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang Masalah.......................................................... 1
B.
Fokus
Penelitian...................................................................... 7
C.
Tujuan
Penelitian...................................................................... 8
D.
Manfaat
Penelitian................................................................... 8
E.
Sistematika
Pembahasan.......................................................... 9
BAB II : KAJIAN PUSTAKA
A.
Persepsi Diri........................................................................... 11
1.
Pengertian
Persepsi Diri .................................................... 11
2.
Proses
Persepsi dan Sifat Persepsi..................................... 15
3.
Faktor-faktor
yang Mempengaruhi Persepsi....................... 18
4.
Aspek-aspek
Persepsi....................................................... 20
B. Remaja ................................................................................... 22
1.
Pengertian
Remaja.............................................................. 22
2.
Fase-fase
pada Remaja....................................................... 24
3.
Tugas-tugas
Perkembangan Remaja.................................... 25
D. Dinamika Remaja dan
Narkoba................................................ 26
1.
Faktor-faktor
Penggunaan Narkoba................................... 27
2.
Akibat
Penggunaan Narkoba............................................. 28
3.
Remaja
Pasca Ketergatungan Narkoba.............................. 31
C. Kerangka Teoritik.................................................................... 31
BAB III : METODE PENELITIAN
A.
Pendekatan
Dan Jenis Penelitian............................................... 34
B.
Kehadiran
Peneliti ................................................................... 35
C.
Lokasi
Penelitian...................................................................... 36
D.
Sumber
Data........................................................................... 40
E.
Teknik
Pengumpulan Data....................................................... 41
F.
Analisis
Data .......................................................................... 44
G.
Pengecekan
Keabsahan Data .................................................. 46
BAB IV : HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Setting
Penelitian..................................................................... 49
B. Hasil Penelitian......................................................................... 55
C. Pembahasan............................................................................ 69
BAB V : PENUTUP
A. Kesimpulan .............................................................................. 73
B. Saran........................................................................................ 74
DAFTAR PUSTAKA..................................................................................... 76
LAMPIRAN-LAMPIRAN............................................................................. 79
DAFTAR
TABEL
Tabel 3.1 : Jadwal
Kegiatan Rutin Majlis Dzikir dan Manaqiban....................... 38
Tabel 4.2 : Jadwal
Kegiatan Observasi dan Wawancara................................... 50
DAFTAR
GAMBAR
Gambar 2. 1 : Kerangka
Teoritik..................................................................... 33
Gambar 3. 2 : Peta
Lokasi 1............................................................................ 38
Gambar 3. 3 : Peta
Lokasi 2............................................................................ 39
DAFTAR
LAMPIRAN
Lampiran A: Pedoman
Wawancara.................................................................. 79
Lampiran B: Pedoman
Observasi..................................................................... 80
Lampiran C: Transkrip
Wawancara.................................................................. 81
Lampiran D: Transkrip
Observasi..................................................................... 107
Lampiran E: Tes
Psikologi ............................................................................... 114
Lampiran F: Hasil Tes
Psikologi ...................................................................... 117
Lampiran G: Surat
Pernyataan ......................................................................... 118
Lampiran H: Surat
Keterangan Penelitian.......................................................... 119
Lampiran I: Kartu
Konsultasi Skripsi................................................................ 120
Lampiran J: Berita Acara
Ujian Skripsi............................................................. 121
Lampiran K: Berita Acara
Ujian Proposal........................................................ 122
Lampiran L: Biodata
Peneliti............................................................................ 124
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah
Masa
remaja merupakan suatu periode transisi dalam rentang kehidupan manusia,
menghubungkan masa kanak-kanak dan masa dewasa (Santrock, 2002: 3). Menurut
Sarwono (2003: 8) remaja dalam arti adolescence
yang berarti tumbuh ke arah kematangan. Kematangan di sini tidak hanya berarti
kematangan fisik, tetapi terutama kematangan sosial-psikologis.
Anak
remaja sebetulnya tidak mempunyai tempat yang jelas. Ia tidak termasuk golongan
anak, tetapi ia tidak pula termasuk golongan dewasa atau golongan tua. Remaja
ada di antara anak dan dewasa. Remaja masih belum mampu untuk menguasai fungsi
fisik maupun psikisnya. Ditinjau dari segi tersebut mereka masih tergolong
kanak-kanak, mereka masih harus menemukan tempat dalam masyarakat (Monks, 2006:
259).
Pertumbuhan
anak menjelang dan selama masa remaja ini menyebabkan tanggapan masyarakat yang
berbeda pula. Mereka diharapkan memenuhi tanggung jawab orang dewasa, tetapi
berhubung antara pertumbuhan fisik dan pematangan psikisnya masih ada jarak
yang cukup lebar, maka kegagalan yang sering dialami remaja dalam memenuhi
tuntutan sosial ini menyebabkan frustasi dan konflik-konflik batin pada remaja
terutama bila tidak ada pengertian pada pihak orang dewasa (Monks, 2006: 268).
Remaja
mencoba-coba mencari ciri khasnya agar berbeda dengan orang lain. Ingin
menentukan sendiri siapa diri mereka agar diakui oleh lingkungan keluarga
(Wirawan, 2003: 24). Pemikiran mereka semakin abstrak, logis dan idealistis,
lebih menguji pemikiran diri sendiri, pemikiran orang lain, dan apa yang orang
lain pikirkan tentang diri mereka, serta cenderung menginterpretasikan dan
memantau dunia sosial (Santrock, 2002: 10).
Remaja
biasanya tidak mau diatur harus begini atau harus begitu oleh orang tua
sehingga terjadi pertengkaran antara orang tua dan anak remajanya karena
perbedaan pendapat (Wirawan, 2003: 24). Hal ini menimbulkan banyak pertentangan
dengan orang tua, sehingga antara orang tua dan anak terjadi jarak yang
menghalangi anak untuk meminta bantuan orang tua untuk mengatasi berbagai
masalahnya (Hurlock, 1983: 208).
Apabila
orang tua dapat memahami maksud dan keinginan mereka tentunya pertengkaran
tidak akan terjadi. Karena kedekatan remaja dengan orang tua dapat menunjang
pembentukan kompetensi sosial dan keberadaan remaja secara umum, serta
mempengaruhi harga diri, kematangan emosional dan kesehatan secara fisik,
sehingga kenyamanan hubungan dengan orang tua menimbulkan kepuasan bagi remaja
yang akhirnya berpengaruh terhadap terbentuknya harga diri (Widianingsih &
Nilam, 2009: 11).
Anak
remaja yang kurang mendapatkan perhatian dan kasih sayang dari orang tua itu
selalu merasa tidak aman, merasa kehilangan tempat berlindung dan tempat
berpijak. Anak remaja ini cenderung mulai menghilang dari rumah, lebih suka
gelandangan dan mencari kesenangan hidup yang imaginer di tempat-tempat lain
(Kartono, 1998: 60). Karena remaja lebih banyak berada di luar rumah bersama
teman-teman sebaya sebagai kelompok, maka dapatlah dimengerti bahwa pengaruh
teman sebaya pada sikap, pembicaraan, minat, penampilan dan perilaku lebih
besar daripada pengaruh keluarga (Hurlock, 1983: 213). Sama halnya dengan
minum, penggunaan obat-obatan dimulai sebagai kegiatan kelompok sebaya
(Hurlock, 1983: 223).
Kebanyakan
remaja menjadi pengguna narkoba pada suatu masa tertentu pada perkembangan
mereka. Hal yang memperihatinkan adalah karena remaja khususnya menggunakan
obat-obatan sebagai cara untuk mengatasi stres, sehingga nampak bahwa hal ini
dipengaruhi oleh kurangnya perkembangan keterampilan menghadapi masalah secara
kompeten dan pengambilan keputusan yang bertanggung jawab (Santrock: 2002, 21).
Brook,
dkk (dalam Santrock: 2002, 21) yakin bahwa langkah awal dalam penyalahgunaan
obat-obatan dikalangan remaja terletak jauh pada tahun-tahun awal masa
anak-anak, ketika anak-anak gagal menerima pengasuhan orang tua mereka dan tumbuh
dalam keluarga yang mengalami konflik. Anak-anak ini gagal menginternalisasikan
kepribadian, sikap-sikap, dan perilaku orang tua mereka, dan kemudian membawa
ketiadaan ikatan orang tua ini ke masa remaja. Ciri-ciri remaja seperti
kurangnya orientasi konvensional dan ketidakmampuan mengendalikan emosi,
kemudian diekspresikan dalam pergaulan dengan teman-teman sebaya pengguna
obat-obatan, yang akhirnya menyebabkan mereka sendiri juga menggunakan
obat-obatan. Remaja cenderung menggunakan obat-obatan bila kedua orang tua
mereka menggunakan obat-obatan atau teman-teman mereka menggunakan obat-obatan
(Santrock: 2002, 21-22).
Penelitian
yang dilakukan oleh Hawari (1996: 148), diperoleh data yang mana umumnya kasus
penyalahgunaan NAZA mulai memakai NAZA pada usia remaja (13-17 tahun) sebanyak
97% dan usia termuda 9 tahun. Penelitian mengenai apa yang membuat remaja mulai
menggunakan obat-obatan menunjukkan bahwa beberapa alasan lain disamping nilai
simbol status obat-obatan. Banyak remaja terdorong untuk membebaskan diri dari
segala larangan keluarga (Hurlock, 1983: 224).
Dapatlah
diketahui bahwasanya faktor seorang remaja menggunakan narkoba, yaitu karena
ada faktor pribadi, faktor keluarga dan faktor lingkungan sosial. Faktor-faktor
itu seperti tuntutan orang tua tehadap prestasi anak, tekanan orang tua
terhadap berbagai kegiatan yang harus diikuti anak, dan kekecewaan anak akan
ketidakberhasilannya dalam suatu hal. Faktor-faktor yang seperti inilah yang
menyebabkan timbulnya kenakalan remaja, salah satunya penyalahgunaan narkoba
(Gunarsa, 2001: 182-184).
Individu
pengguna narkoba tidak dapat semata-mata dilihat sebagai korban dari berbagai
faktor lingkungan diluar dirinya. Pengguna narkoba memiliki sikap dan
kecenderungan tingkah laku yang khas dan berbeda dengan orang-orang seusianya
(Adelina, 2008: 17). Bahkan banyak orang yang beranggapan bahwa pengguna
narkoba adalah orang yang tidak bermanfaat dan produktivitasnya rendah
(Widianingsih & Nilam, 2009: 10). Baik pengguna maupun mantan pengguna,
cenderung merasa dikucilkan oleh masyarakat sekitar lingkungannya, sulit
mencari pekerjaan, dan sulit bersosialisasi dalam masyarakat sehingga mereka
cenderung menarik diri dari lingkungannya (BNN, 2011: 93).
Kenyataan
bahwa baik pengguna maupun mantan penguna narkoba yang sudah direhabilitasi
tetaplah dijauhi masyarakat. Masyarakat masih beranggapan bahwa mereka itu
sampah masyarakat yang meresahkan lingkungan, dan mempunyai pengaruh buruk
untuk lingkungan sekitarnya. Hal ini pula yang menyebabkan kelangsungan hidup
mereka terasa terganggu. Sehingga kelangsungan hidup yang mereka jalani
selanjutnya semakin tidak mudah. Meskipun mereka sudah terlepas dari
ketergantungan narkoba dan pernah menjalani proses rehabilitasi, tetapi
penilaian masyarakat tetaplah sama, sehingga tidak jarang diantara mereka yang
kemudian memiliki kecenderungan untuk kembali memakai narkba setelah mereka
bergabung lagi ke masyarakat. Dalam proses mempertahankan kesembuhan selain
diperlukan kemauan individu yang bersangkutan, juga diperlukan dukungan dari
luar individu untuk mengatasi masa-masa sulit yang dihadapi individu pasca
sembuh dari ketergantungan narkoba. Adanya anggapan masyarakat yang tidak
selalu benar menjadi salah satu faktor individu untuk mempersepsikan diri
mereka karena ini tergantung bagaimana penilaian yang diberikan oleh lingkungan
sekitar mereka.
Beberapa
faktor tersebut yang menyebabkan individu pasca mengalami ketergantungan
narkoba memiliki persepsi negatif terhadap diri mereka. Stigma dari faktor
lingkungan sangatlah mempengaruhi persepsi pada diri mereka. Pada hakikatnya
persepsi merupakan proses menginterpretasikan dan mengorganisasikan pola-pola
stimulus yang berasal dari lingkungan (Ali & Ansori, 2004: 192). Sehingga
individu dapat mementukan bagaimana seharusnya ia bereaksi terhadap stimulus
yang ada disekitarnya. John Lock dkk (Ali & Ansori, 2004: 193) berpendapat
bahwa persepsi itu tidak dibawa sejak lahir melainkan merupakan hasil dari
proses belajar dan pengalaman. Bahkan mereka menegaskan bahwa persepsi hanya mungkin
terjadi pada individu setelah melalui proses pengalaman dan belajar yang cukup
lama. Menurut Walgito (1993) persepsi dalam arti umum
adalah pandangan seseorang terhadap sesuatu yang akan membuat respon bagaimana
dan dengan apa seseorang akan bertindak.
Pada
penelitian ini dijelaskan bahwa NS sebagai subyek adalah seorang remaja yang
pernah mengalami ketergantungan narkoba dan sudah sembuh dari proses
rehabilitasi selama 6 bulan lebih di Pondok Inabah Surabaya. Tetapi hampir 2
tahun ini, ia masih mengikuti binaan lanjutan dan tinggal di Pondok Pesantren
Suryalaya Surabaya. Pondok disini adalah lingkungan baru subyek sebagai faktor
eksternal yang memberikan hasil belajar, pengetahuan dan pengalaman baru pada
diri subyek sebagai faktor internalnya sehingga ia memiliki penilaian terhadap
dirinya pasca mengalami ketergantungan narkoba. Oleh karena itu ia mampu
bertindak, berperilaku atau berinteraksi dengan sekitarnya. Meskipun anggapan
masyarakat terhadap mantan pengguna narkoba adalah buruk, dan penilaian negatif
yang masih melekat pada keluarganya tetapi subyek justru memiliki penilaian
tersendiri pada dirinya, ia menganggap bahwa dirinya itu tetaplah sama seperti
teman-temannya, memiliki pemikiran positif atau optimis, semangat menjalani
hidup kedepannya, memiliki cita-cita, harapan dan kemauan yang kuat untuk
menunjukkan pada keluarga dan masyarakat bahwa dirinya tidak seperti yang
mereka pikirkan sebelumnya. Semua ini tidaklah lepas dari peran lingkungan
Pondok Pesantren Suryalaya Surabaya sebagai faktor eksternal yang memberikan
informasi, pengetahuan dan pengalaman baru yang kemudian diterima subyek.
Sehingga perubahan perilaku itu terjadi karena adanya perubahan sikap.
Sementara perubahan sikap itu sendiri terjadi oleh adanya tindakan yang muncul
karena adanya sistem kebutuhan, subtansi keyakinan nilai dan ruang gerak
perilaku berdasarkan komunikasi dan interaksi yang dilakukan subyek di
lingkungan sekitarnya.
Berdasarkan
latar belakang diatas, maka peneliti tertarik untuk meneliti persepsi diri
remaja pasca ketergantungan narkoba di Pondok Pesantren Suryalaya Surabaya.
B.
Fokus Penelitian
Berdasarkan latar belakang di atas yang telah diuraikan
sebelumnya, maka masalah dalam penelitian ini dapat difokuskan sebagai berikut: “Bagaimana persepsi diri
remaja pasca mengalami ketergantungan narkoba di Pondok Pesantren Suryalaya
Surabaya?”
C.
Tujuan Penelitian
Sesuai
dengan fokus penelitian diatas, maka tujuan
dalam
penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana persepsi diri remaja
pasca mengalami ketergantungan narkoba di Pondok Pesantren Suryalaya Surabaya.
D.
Manfaat Penelitian
Penelitian ini mempunyai beberapa manfaat, antara lain:
1. Dari segi teoritis, penelitian ini diharapkan:
a. Dapat memberikan sumbangan bagi
pengembangan pengetahuan ilmiah dibidang psikologi khususnya pada bidang psikologi klinis tentang remaja
pasca ketergantungan narkoba.
b. Dapat memberi gambaran mengenai
persepsi diri remaja pasca ketergantungan narkoba.
2. Dari segi praktis, hasil penelitian ini
diharapkan:
a. Dapat memberi masukan bagi para
peneliti lainnya yang ingin meneliti lebih lanjut mengenai remaja pasca
ketergantungan narkoba.
b. Dapat membantu memberikan informasi
khususnya kepada para remaja mengenai persepsi diri mereka pasca
mengalami ketergantungan narkoba.
E.
Sistematika Pembahasan
Agar pembahasan dalam penelitian ini tertata dengan rapi
dan dapat mempermudah pembaca mempelajarinya, maka diperlukan sistematika
pembahasan yang terdiri dari beberapa bab pokok, antara lain:
1. Bab Pendahuluan
Pada bab pendahuluan memberikan penjelasan umum tentang arah penelitian
yang dilakukan. Dengan pendahuluan ini pembaca dapat mengetahui konteks atau
latar belakang penelitian, fokus penelitian, tujuan penelitian, manfaat
penelitian, dan sistematika pembahasan.
2. Bab Kajian Pustaka
Pada bab kajian pustaka menjelaskan mengenai teori-teori yang relevan dan
sesuai dengan penelitian yang akan dilakukan. Dengan kajian pustaka ini pembaca
dapat mengetahui tentang konsep diri remaja pasca ketergantungan yang terdiri
dari: a. Persepsi diri meliputi: pengertian persepsi diri, proses persepsi dan
sifat persepsi, faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi, dan aspek-aspek
persepsi. b. Remaja meliputi: pengertian remaja, fase-fase pada remaja, dan
tugas-tugas perkembangan remaja. c. Dinamika remaja dan narkoba meliputi:
faktor-faktor penggunaan narkoba, dan akibat penggunaan narkoba. d. Dalam bab
ini juga diuraikan kajian pustaka tentang kerangka teoritik.
3. Bab Metode Penelitian
Pada bab metode penelitian memuat uraian tentang metode dan
langkah-langkah penelitian secara operasional yang menyangkut jenis dan
pendekatan penelitian, kehadiran peneliti, lokasi penelitian, sumber data,
teknik pengumpulan data, analisis data, pengecekan keabsahan data, dan
tahap-tahap penelitian.
4. Bab Hasil Penelitian dan Pembahasan
Pada bab hasil penelitian dan pembahasan memuat uraian tentang data dan
temuan yang diperoleh dengan menggunakan metode dan prosedur yang diuraikan
dalam bab sebelumnya. Hal-hal yang dipaparkan dalam bab ini meliputi setting penelitian, hasil penelitian
yang mencakup deskripsi temuan penelitian, dan hasil analisis data, serta
pembahasan.
5. Bab Penutup
Pada bab penutup memuat temuan pokok atau kesimpulan, implikasi dan
tindak lanjut penelitian, serta saran-saran atau rekomendasi yang diajukan.
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A.
Persepsi Diri
1. Pengertian
Persepsi Diri
Pengertian
persepsi diri dapat dipahami bila terlebih dahulu kita mengerti tentang self (diri) itu sendiri. Self merupakan kemampuan yang dirasa dan
diyakini benar oleh seseorang mengenai dirinya sebagai seorang individu; ego
dan hal-hal yang dilibatkan didalamnya (Kartono, 1987: 440). Menurut Rogers
(dalam Schultz, 1991: 49) diri adalah dalam dan luas, karena diri itu
mengandung semua pikiran dan perasaan yang mampu diungkapkan orang itu. Diri
itu juga fleksibel dan terbuka kepada semua pengalaman baru. Tidak ada bagian
dari diri dilumpuhkan atau terhambat dalam ungkapannya (Schultz, 1991: 49).
Menurut
Rakhmat (2005: 100) persepsi adalah pengalaman tentang objek, peristiwa atau
hubungan-hubungan yang diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan menafsirkan
pesan. Persepsi merupakan suatu proses yang didahului oleh proses penginderaan,
yaitu proses diterimanya stimulus oleh individu melalui alat indera. Namun
proses ini tidak berhenti begitu saja, melainkan stimulus tersebut
diorganisasikan dan diinterpretasikan, sehingga individu menyadari, mengerti
tentang apa yang diindera itu.
Atkinson
dan Hilgard (Ali & Ansori, 2004: 192) mengemukakan persepsi merupakan
proses menginterpretasikan dan mengorganisasikan pola-pola stimulus yang
berasal dari lingkungan. Dalam pengertian ini terdapat dua unsur penting, yaitu
interpretasi dan pengorganisasian. Interpretasi itu sangat penting dalam suatu
persepsi karena realitas yang ada di dunia ini sangat bervariasi sehingga tidak
jarang memerlukan upaya pemahaman dari individu agar menjadi bermakna bagi
individu yang bersangkutan. Sedangkan pengorganisasian diperlukan dalam
persepsi karena informasi yang sampai pada receptor individu seringkali
membingungkan dan tidak terorganisasikan. Agar informasi yang sampai pada
reseptor menjadi jelas dan bermakna maka individu masih perlu
mengorganisasikannya ketika informasi itu diterima oleh reseptor.
Kotler
(2000) menjelaskan persepsi sebagai proses bagaimana seseorang menyeleksi,
mengatur dan menginterpretasikan masukan-masukan informasi untuk menciptakan
gambaran keseluruhan yang berarti. Mangkunegara (dalam Arindita, 2002)
berpendapat bahwa persepsi adalah suatu proses pemberian arti atau makna
terhadap lingkungan. Dalam hal ini persepsi mencakup penafsiran obyek,
penerimaan stimulus (input), pengorganisasian stimulus, dan penafsiran terhadap
stimulus yang telah diorganisasikan dengan cara mempengaruhi perilaku dan
pembentukan sikap. Adapun Robbins (2003) mendeskripsikan
persepsi dalam kaitannya dengan lingkungan, yaitu sebagai proses di mana
individu-individu mengorganisasikan dan menafsirkan kesan indera mereka agar
memberi makna kepada lingkungan mereka.
Levine
dan Shefner (Ali & Ansori, 2004: 192) mengemukakan pengertian persepsi
adalah cara-cara individu menginterpretasikan informasi yang diperolah
didasarkan atas pemahaman individu itu sendiri. Dengan kata lain, individu
menyadari adanya kehadiran suatu stimulus, tetapi individu itu
menginterpretasikan stimulus tersebut. Dalam definisi ini terkandung dua makna:
pertama, persepsi itu tergantung pada
sensasi-sensasi yang didasarkan pada informasi sensori dasar (basic sensory information); kedua, sensasi-sensasi itu memerlukan
interprets agar persepsi terjadi. Yang dimaksud dengan informasi sensori dasar
di sini adalah informasi yang sesungguhnya terjadi yang sampai pada alat indra
kita.
Walgito
(1993) mengemukakan bahwa persepsi seseorang merupakan proses aktif yang
memegang peranan, bukan hanya stimulus yang mengenainya tetapi juga individu
sebagai satu kesatuan dengan pengalaman-pengalamannya, motivasi serta sikapnya
yang relevan dalam menanggapi stimulus. Individu dalam hubungannya dengan dunia
luar selalu melakukan pengamatan untuk dapat mengartikan rangsangan yang
diterima dan alat indera dipergunakan sebagai penghubungan antara individu
dengan dunia luar. Agar proses pengamatan itu terjadi, maka diperlukan objek
yang diamati alat indera yang cukup baik dan perhatian merupakan langkah
pertama sebagai suatu persiapan dalam mengadakan pengamatan. Persepsi dalam
arti umum adalah pandangan seseorang terhadap sesuatu yang akan membuat respon
bagaimana dan dengan apa seseorang akan bertindak. Leavitt (dalam Rosyadi, 2001) membedakan persepsi menjadi dua
pandangan, yaitu pandangan secara sempit dan luas. Pandangan yang sempit
mengartikan persepsi sebagai penglihatan, bagaimana seseorang melihat sesuatu.
Sedangkan pandangan yang luas mengartikannya sebagai bagaimana seseorang
memandang atau mengartikan sesuatu. Sebagian besar dari individu menyadari
bahwa dunia yang sebagaimana dilihat tidak selalu sama dengan kenyataan, jadi
berbeda dengan pendekatan sempit, tidak hanya sekedar melihat sesuatu tapi
lebih pada pengertiannya terhadap sesuatu tersebut. Persepsi berarti analisis mengenai cara mengintegrasikan
penerapan kita terhadap hal-hal di sekeliling individu dengan kesan-kesan atau
konsep yang sudah ada, dan selanjutnya mengenali benda tersebut.
Menurut
Monskowitz dan Orgel (dalam Walgito, 1993: 70) persepsi merupakan proses yang
integrated dalam diri individu terhadap stimulus yang diterimanya. Dengan
demikian dapat dikemukakan bahwa persepsi itu merupakan pengorganisasian,
penginterpretasian terhadap stimulus yang diinderanya sehingga merupakan
sesuatu yang berarti, dan merupakan respon yang integrated dalam diri individu.
Karena itu penginderaan orang akan
mengaitkan dengan stimulus, sedangkan dalam persepsi individu akan akan
menyadari tentang keadaan di sekitarnya dan juga keadaan diri sendiri.
Stagner
dan Solly (Ali & Ansori, 2004: 193), menjelaskan bahwa persepsi merupakan
rangkaian peristiwa yang menjembatani stimulus dan perilaku tertentu, sehingga
individu dapat mementukan bagaimana seharusnya ia bereaksi terhadap stimulus
yang ada disekitarnya. John Lock dkk (Ali & Ansori, 2004: 193) berpendapat
bahwa persepsi itu tidak dibawa sejak lahir melainkan merupakan hasil dari
proses belajar dan pengalaman. Bahkan mereka menegaskan bahwa persepsi hanya
mungin terjadi pada individu setelah melalui proses pengalaman dan belajar yang
cukup lama.
Menurut
Chaplin (1993) persepsi diri adalah posisi bahwa orang sering membuat
kesimpulan mengenai sikap-sikapnya sebagai hasil dari upaya mengamati tingkah
laku sendiri.
Berdasarkan
pada pengertian tersebut, dapat ditarik kesimpulan bahwa persepsi diri merupakan
pandangan atau penilaian terhadap dirinya sendiri yang diperoleh dari hasil
belajar atau pengalaman yang mempengaruhi individu tersebut untuk berinteraksi
atau berperilaku dengan sekitarnya.
2. Proses Persepsi dan Sifat Persepsi
Alport
(dalam Mar’at, 1991) proses persepsi merupakan suatu proses kognitif yang
dipengaruhi oleh pengalaman, cakrawala, dan pengetahuan individu. Pengalaman
dan proses belajar akan memberikan bentuk dan struktur bagi objek yang
ditangkap panca indera, sedangkan pengetahuan dan cakrawala akan memberikan
arti terhadap objek yang ditangkap individu, dan akhirnya komponen individu
akan berperan dalam menentukan tersedianya jawaban yang berupa sikap dan
tingkah laku individu terhadap objek yang ada.
Walgito
(dalam Hamka, 2002) menyatakan bahwa terjadinya persepsi merupakan suatu yang
terjadi dalam tahap-tahap berikut:
a. Tahap
pertama, merupakan tahap yang dikenal dengan nama proses kealaman atau proses
fisik, merupakan proses ditangkapnya suatu stimulus oleh alat indera manusia.
b. Tahap
kedua, merupakan tahap yang dikenal dengan proses fisiologis, merupakan proses
diteruskannya stimulus yang diterima oleh reseptor (alat indera) melalui
saraf-saraf sensoris.
c. Tahap
ketiga, merupakan tahap yang dikenal dengan nama proses psikologik, merupakan
proses timbulnya kesadaran individu tentang stimulus yang diterima reseptor.
d. Tahap
keempat, merupakan hasil yang diperoleh dari proses persepsi yaitu berupa
tanggapan dan perilaku.
Berdasarkan
pendapat para ahli yang telah dikemukakan, bahwa proses persepsi melalui tiga
tahap, yaitu:
a. Tahap
penerimaan stimulus, baik stimulus fisik maupun stimulus sosial melalui alat
indera manusia, yang dalam proses ini mencakup pula pengenalan dan pengumpulan
informasi tentang stimulus yang ada.
b. Tahap
pengolahan stimulus sosial melalui proses seleksi serta pengorganisasian
informasi.
c. Tahap
perubahan stimulus yang diterima individu dalam menanggapi lingkungan melalui
proses kognisi yang dipengaruhi oleh pengalaman, cakrawala, serta pengetahuan
individu.
Menurut
Newcomb (dalam Arindita, 2003), ada beberapa sifat yang menyertai proses
persepsi, yaitu:
a. Konstansi
(menetap): Dimana individu mempersepsikan seseorang sebagai orang itu sendiri
walaupun perilaku yang ditampilkan berbeda-beda.
b. Selektif:
persepsi dipengaruhi oleh keadaan psikologis si perseptor. Dalam arti bahwa
banyaknya informasi dalam waktu yang bersamaan dan keterbatasan kemampuan
perseptor dalam mengelola dan menyerap informasi tersebut, sehingga hanya
informasi tertentu saja yang diterima dan diserap.
c. Proses
organisasi yang selektif: beberapa kumpulan informasi yang sama dapat disusun
ke dalam pola-pola menurut cara yang berbeda-beda.
3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Persepsi
Thoha
(1993) berpendapat bahwa persepsi pada umumnya terjadi karena dua faktor, yaitu
faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal berasal dari dalam diri
individu, misalnya sikap, kebiasaan, dan kemauan. Sedangkan faktor eksternal
adalah faktor-faktor yang berasal dari luar individu yang meliputi stimulus itu
sendiri, baik sosial maupun fisik.
Dijelaskan
oleh Robbins (2003) bahwa meskipun individu-individu memandang pada satu benda
yang sama, mereka dapat mempersepsikannya berbeda-beda. Ada sejumlah faktor
yang bekerja untuk membentuk dan terkadang memutar-balikkan persepsi. Faktor-faktor
ini dari :
a. Pelaku
persepsi (perceiver)
b. Objek
atau yang dipersepsikan
c. Konteks
dari situasi dimana persepsi itu dilakukan.
Berbeda
dengan persepsi terhadap benda mati seperti meja, mesin atau gedung, persepsi
terhadap individu adalah kesimpulan yang berdasarkan tindakan orang tersebut.
Objek yang tidak hidup dikenai hukum-hukum alam tetapi tidak mempunyai
keyakinan, motif atau maksud seperti yang ada pada manusia. Akibatnya individu
akan berusaha mengembangkan penjelasan-penjelasan mengapa berperilaku dengan
cara-cara tertentu. Oleh karena itu, persepsi dan penilaian individu terhadap
seseorang akan cukup banyak dipengaruhi oleh pengandaian-pengadaian yang
diambil mengenai keadaan internal orang itu (Robbins, 2003).
Gilmer
(dalam Hapsari, 2004) menyatakan bahwa persepsi dipengaruhi oleh berbagai
faktor, antara lain faktor belajar, motivasi, dan pemerhati perseptor atau
pemersepsi ketika proses persepsi terjadi. Dan karena ada beberapa faktor yang
bersifat yang bersifat subyektif yang mempengaruhi, maka kesan yang diperoleh
masing-masing individu akan berbeda satu sama lain.
Oskamp
(dalam Hamka, 2002) membagi empat karakteristik penting dari faktor-faktor
pribadi dan sosial yang terdapat dalam persepsi, yaitu:
a.
Faktor-faktor ciri dari objek stimulus.
b. Faktor-faktor
pribadi seperti intelegensi, minat.
c.
Faktor-faktor pengaruh kelompok.
d.
Faktor-faktor perbedaan latar belakang kultural.
Persepsi
individu dipengaruhi oleh faktor fungsional dan struktural. Faktor fungsional
ialah faktor-faktor yang bersifat personal. Misalnya kebutuhan individu, usia,
pengalaman masa lalu, kepribadian, jenis kelamin, dan hal-hal lain yang
bersifat subjektif. Faktor struktural adalah faktor di luar individu, misalnya
lingkungan, budaya, dan norma sosial sangat berpengaruh terhadap seseorang
dalam mempresepsikan sesuatu.
Dari
uraian di atas dapat ditarik sebuah kesimpulan, bahwa persepsi dipengaruhi oleh
beberapa faktor internal dan eksternal, yaitu faktor pemersepsi (perceiver),
obyek yang dipersepsi dan konteks situasi persepsi dilakukan.
4.
Aspek-aspek
Persepsi
Pada
hakekatnya sikap adalah merupakan suatu interelasi dari berbagai komponen,
dimana komponen-komponen tersebut menurut Allport (dalam Mar'at, 1991) ada tiga
yaitu:
1. Komponen
kognitif
Yaitu
komponen yang tersusun atas dasar pengetahuan atau informasi yang dimiliki
seseorang tentang obyek sikapnya. Dari pengetahuan ini kemudian akan terbentuk
suatu keyakinan tertentu tentang obyek sikap tersebut.
2. Komponen
Afektif
Afektif
berhubungan dengan rasa senang dan tidak senang. Jadi sifatnya evaluatif yang
berhubungan erat dengan nilai-nilai kebudayaan atau sistem nilai yang
dimilikinya.
3. Komponen
Konatif
Yaitu
merupakan kesiapan seseorang untuk bertingkah laku yang berhubungan dengan
obyek sikapnya.
Baron
dan Byrne, juga Myers (dalam Gerungan, 1996) menyatakan bahwa sikap itu
mengandung tiga komponen yang membentuk struktur sikap, yaitu:
1. Komponen
kognitif (komponen perseptual), yaitu komponen yang berkaitan dengan
pengetahuan, pandangan, keyakinan, yaitu hal-hal yang berhubungan dengan
bagaimana orang mempersepsi terhadap objek sikap.
2. Komponen
afektif (komponen emosional), yaitu komponen yang berhubungan dengan rasa
senang atau tidak senang terhadap objek sikap. Rasa senang merupakan hal yang
positif, sedangkan rasa tidak senang merupakan hal yang negatif.
3. Komponen
konatif (komponen perilaku, atau action component), yaitu komponen yang
berhubungan dengan kecenderungan bertindak terhadap objek sikap. Komponen ini
menunjukkan intensitas sikap, yaitu menunjukkan besar kecilnya kecenderungan
bertindak atau berperilaku seseorang terhadap objek sikap.
Rokeach
(Walgito, 2003) memberikan pengertian bahwa dalam persepsi terkandung komponen
kognitif dan juga komponen konatif, yaitu sikap merupakan predisposing untuk
merespons, untuk berperilaku. Ini berarti bahwa sikap berkaitan dengan
perilaku, sikap merupakan predis posisi untuk berbuat atau berperilaku.
Dari
batasan ini juga dapat dikemukakan bahwa persepsi mengandung komponen kognitif,
komponen afektif, dan juga komponen konatif, yaitu merupakan kesediaan untuk
bertindak atau berperilaku. Sikap seseorang pada suatu obyek sikap merupakan
manifestasi dari kontelasi ketiga komponen tersebut yang saling berinteraksi
untuk memahami, merasakan dan berperilaku terhadap obyek sikap. Ketiga komponen
itu saling berinterelasi dan konsisten satu dengan lainnya. Jadi, terdapat
pengorganisasian secara internal diantara ketiga komponen tersebut.
B.
Remaja
1. Pengertian
Remaja
Remaja
dari bahasa latin adolescence yang
artinya “tumbuh” atau “tumbuh menjadi dewasa”. Istilah ini
mencakup arti yang luas mencakup kematangan mental, emosional sosial dan fisik
(Hurlock, 1983: 235). Menurut Sarwono (2003: 52) masa remaja adalah masa
peralihan dari anak-anak ke dewasa, bukan hanya dalam artian psikologis tetapi
juga fisik. Bahkan perubahan-perubahan fisik yang terjadi itulah yang merupakan
gejala primer dalam pertumbuhan remaja, sedangkan perubahan-perubahan
psikologis muncul antara lain sebagai akibat dari perubahan-perubahan fisik.
Secara
tradisional masa remaja dianggap sebagai periode “badai dan tekanan”, suatu masa dimana ketegangan emosi meninggi
sebagai akibat dari perubahan fisik dan kelenjar, meningginya emosi remaja
disebabkan kerana remaja dibawah tekanan sosial dan menghadapi kondisi ganda.
Sedangkan selama masa kanak-kanak remaja kurang mempersiapkan diri untuk
menghadapi tekanan-tekanan itu (Hurlock, 2002: 212).
Remaja
adalah masa transisi dari periode anak ke dewasa atau masa usia belasan tahun
atau jika seseorang menunjukkan tingkah laku tertentu seperti susah diatur,
mudah terangsang perasaannya dan sebagainya (Sarwono, 2003: 2). Menurut Sarwono
(2003: 8) remaja dalam arti adolescence
yang berarti tumbuh ke arah kematangan. Kematangan di sini tidak hanya berarti
kematangan fisik, tetapi terutama kematangan sosial-psikologis.
Anak
remaja sebetulnya tidak mempunyai tempat yang jelas. Ia tidak termasuk golongan
anak, tetapi ia tidak pula termasuk golongan dewasa atau golongan tua. Remaja
ada di antara anak dan dewasa. Remaja masih belum mampu untuk menguasai fungsi
fisik maupun psikisnya. Ditinjau dari segi tersebut mereka masih tergolong
kanak-kanak, mereka masih harus menemukan tempat dalam masyarakat (Monks, 2006:
259).
Percepatan
pertumbuhan anak menjelang dan selama masa remaja ini menyebabkan tanggapan masyarakat
yang berbeda pula. Mereka diharapkan memenuhi tanggung jawab orang dewasa,
tetapi berhubung antara pertumbuhan fisik dan pematangan psikisnya masih ada
jarak yang cukup lebar, maka kegagalan yang sering dialami remaja dalam
memenuhi tuntutan sosial ini menyebabkan frustasi dan konflik-konflik batin
pada remaja terutama bila tidak ada pengertian pada pihak orang dewasa (Monks,
2006: 268).
Jadi,
bisa dikatakan bahwa remaja adalah pertumbuhan anak menjadi dewasa, pertumbuhan
itu mencakup pertumbuhan fisik, psikis dan sosialnya.
2.
Fase-fase
pada Remaja
Fase-fase perkembangan pada remaja menurut Monks (2006: 262)
antara lain :
a. Remaja
awal (early adolescence)
Berada pada rentang usia 12 sampai 15
tahun. Masa dimana remaja merasakan kepekaan yang berlebih-lebihan ini ditambah
dengan berkurangnya kendali terhadap “ego” menyebabkan para remaja awal sulit
mengerti dan di mengerti orang dewasa (Sarwono, 2003: 25).
b. Remaja
tengah (midlle adolescence)
Dengan rentang usia 15 tahun sampai 18
tahun. Pada tahap ini sangat membutuhkan kawan-kawan. Ia senang kalau banyak
teman yang menyukainya. Ada kecenderungan “narcistic”,
yaitu mencintai diri sendiri, dengan menyukai teman-teman yang punya sifat yang
sama dengan dirinya. Selain itu ia berada dalam kondisi kebingungan karena ia
tidak tahu harus memilih yang mana, peka atau tidak peduli, ramai-ramai atau
sendiri, idealis atau materialis dan sebagainya (Sarwono, 2003: 25).
c. Remaja
akhir (late adolescence)
Berkisar antara usia 18 tahun sampai 21
tahun. Pada tahap ini adalah masa konsolidasi menuju periode dewasa (Sarwono,
2003: 25).
3. Tugas-tugas Perkembangan Remaja
Tugas-tugas perkembangan masa remaja menurut Havinghurs
(dalam Sarwono, 2003: 40-41) sebagai berikut:
a. Menerima kondisi fisik dan
memanfaatkan tubuhnya secara efektif.
b. Menerima hubungan yang lebih matang
dengan teman sebaya dari jenis kelamin yang mana pun.
c. Menerima peran jenis kelamin
masing-masing (laki-laki atau perempuan).
d. Berusaha melepaskan diri dari
ketergantungan emosi terhadap orangtua dan orang dewasa lainnya.
e. Mempersiapkan karir ekonomi.
f.
Mempersiapkan
perkawinan dan kehidupan berkeluarga.
g. Mencapai sistem nilai dan etika
tertentu sebagai pedoman tingkah lakunya.
Menurut Gunarsa (2001: 129-131)
tugas-tugas perkembangan remaja, yaitu:
a. Menerima keadaan fisiknya
b. Memperoleh kebebasan emosionalnya
c. Mampu bergaul
d. Menemukan model identifikasi
e. Mengetahui dan menerima kemampuan
sendiri
f.
Memperkuat
pengusaan diri atas dasar skala nilai dan norma
g. Meningkatkan reaksi dan cara
penyesuaian kekanak-kanakan
C.
Dinamika
Remaja dan Narkoba
Peristiwa makin
banyaknya penyalahgunaan obat-obatan terlarang khususnya narkoba dikalangan
pelajar saat ini benar-benar telah menggelisahkan masyarakat dan
keluarga-keluarga di Indonesia. Melihat kenyataan dilapangan bahwa semakin
banyak remaja kita yang terlibat kasus narkoba menjadi indikasi betapa besarnya
pengaruh narkoba dalam kehidupan remaja di Indonesia. Yang perlu diwaspadai,
kasus penyalahgunaan narkoba yang terjadi di kalangan remaja kita ibarat
fenomena gunung es dimana kasus yang terlihat hanya sebagaian kecil saja,
sementara kejadian sebenarnya sudah begitu banyak (Mardiya, 2010: 2).
Penelitian yang
dilakukan oleh Hawari (1996: 148), diperoleh data yang mana umumnya kasus
penyalahgunaan NAZA mulai memakai NAZA pada usia remaja (13-17 tahun) sebanyak
97% dan usia termuda 9 tahun. Dari hasil data yang diperoleh pada periode
triwulan I tahun 2012 Badan Narkotika Provinsi Jawa Timur menunjukkan bahwa
sebagian besar jumlah tersangka penyalahgunaan narkoba adalah 511 atau 51, 9%
dari tingkat pendidikan tersangka SMA, sedangkan urutan ke-2 tersangka dengan
tingkat pendidikan SMP sebanyak 289 atau 29, 4% (BNP, 2012: 18).
Perlu dicermati dan
diperhatikan bahwa tersangka terbesar adalah pendidikan SMA karena masa SMA
merupakan masa remaja yang penuh gejolak dalam mencari jati diri sehingga
jiwanya labil dan mudah terpengruh, oleh karena itu perlu diberi penyuluhan
atau pembinaan tentang narkotika dan dampak buruk penyalahgunaan narkoba. Hal
ini terbukti dengan adanya peningkatan jumlah korban penyalahgunaan narkoba
pada tingkat pendidikan SMA meningkat 136 orang atau 13,8% bila dibandingkan
dengan tahun 2011 sebanyak 375 orang (BNP, 2012: 19).
1.
Faktor-faktor
Penggunaan Narkoba
Ada beberapa alasan penyebab seseorang itu mulai atau
meneruskan pemakaian narkotika adalah sebagai berikut:
a. Karena
didorong oleh rasa ingin tahu dan iseng
b. Agar
supaya diterima dikalangan tertentu
c. Untuk
melepaskan diri dari kesepian dan memperoleh pengalaman-pengalaman emosional.
d. Untuk
menghilangkan rasa frustasi dan kegelisahan disebabkan suatu problem yang tidak
bisa diatasi dan jalan pikiran buntu.
e. Untuk
menetang atau melawan sesuatu otoritas (orang tua, guru, hukum) (Prakoso dkk.,
1987: 492-493).
Sedangkan faktor utama yang mempengaruhi penyalahgunaan
narkotika adalah:
a. Pemakaian
untuk tujuan coba-coba
Mencoba obat sekali atau beberapa kali
setelah itu menghentikan sama sekali.
b. Pemakaian
untuk iseng
Pemakaian obat secara terputus-putus tanpa
menimbulkan ketergantungan baik kejiwaan maupun jasmaniah.
c. Pemakaian
karena ketergantungan
Pemakaiaan obat disini untuk memperoleh
kembali pengaruh obat bersangkutan atau untuk menyembuhkan rentetan gangguan
jasmaniah karena kompleks gejala akibat pantang (Prakoso dkk., 1987: 492-493).
2.
Akibat
Penggunaan Narkoba
Penyalahgunaan narkoba dapat merusak
kesehatan seseorang baik secara jasmani, mental maupun emosional.
Penyalahgunaan tersebut menimbulkan gangguan pada perkembangan normal
seseorang, daya ingat, perasaan, persepsi dan kendali diri. Karena penggunaan
narkoba akan diikuti oleh perubahan pikiran, perasaan, dan perilaku maka
hal-hal yang dalam kondisi normal tidak akan dilakukan seseorang, setelah
memakai narkoba tersebut tidak ada yang tidak mungkin ia lakukan termasuk
melukai atau membunuh orang. Bahkan dapat merubah pribadi orang yang berwatak
lembut menjadi perilaku yang penuh kekerasan (BNP, 2010: 18).
Adapun dampak penyalahgunaan narkoba secara
psikologis antara lain:
a.
Emosi labil atau tidak terkendali
b.
Kecenderungan untuk selalu berbohong
c.
Tidak memiliki tanggungjawab
d.
Hubungan dengan keluarga, guru, dan teman serta
lingkungan terganggu
e.
Cenderung menghindari kontak komunilkasi dari
orang lain
f.
Merasa dikucilkan atau menarik diri dari
lingkungan
g.
Tidak peduli dengan nilai atau norma yang ada
h.
Menimbulkan gangguan konsentrasi pikiran dan
sulit berfikir
i.
Cenderung apatis atau tak acuh, adanya kegaduhan
(hilaritas), rasa khawatir (anxietas), perasaan tertekan, gelisah, agresif,
memiliki rasa gembira yang berlebihan (euphoria), mudah terpengaruh dan
memiliki rasa curiga.
j.
Menurunnya semangat bahkan bisa tidak memiliki
semangat juang (syndrom amotivasional)
k.
Menimbulkan ilusi, depresi, kebingungan, dan
gerakan menjadi lamban
l.
Gangguan jiwa psikotis seperti skizofrenia (BNP,
2010: 20-26).
Pengguanaan secara berkali-kali narkotika
juga membuat seseorang dalam keadaan tergantung pada narkotika. Ketergantungan
ini bisa ringan dan bisa berat. Berat ringannya ketergantungan ini diukur,
kenyataan sampai beberapa jauh ia bisa lepaskan diri dari penggunaan itu.
Ketergantungan itu antara lain:
a. Ketergantungan psikis (psychological dependence)
Adanya keinginan atau dorongan pada diri
individu yang semakin besar akan rasa kebutuhannya terhadap narkotika.
Kebutuhan itu untuk memperoleh perasaan
senang (eupnone). ketergantungan
psikologis ditandai dengan timbulnya keadaan lupa pada si pemakai. Sehingga ia
dapat melepaskan diri dari konflik yang tidak bisa ia atasi. Penggunaan
narkotika itu kerap kali mempertahankan ketegangan antara orang itu dengan
masyarakat sekitarnya, ia makin tidak dapat menyesuaikan diri dengan sekitarnya
(Prakoso dkk., 1987: 494).
b. Ketergantungan
fisik (physical dependence)
Penggunaan yang terus-menerus akan
menimbulkan berkurangnya kepekaan terhadap bahan itu badan menjadi terbiasa
sehingga sampai pada tingkat kekebalan atau toterance.
Akhirnya efek akan bertambah terus dan tidak dapat dihentikan (Prakoso dkk.,
1987: 494-495).
Menurut Hawari (1999: 140), secara umum mereka yang
menyalahgunakan NAZA dapat dibagi dalam 3 golongan besar, yaitu:
a. Ketergantungan
primer
Ditandai dengan adanya kecemasan dan
depresi, yang umumnya terdapat pada orang dengan kepribadian yang tidak stabil.
b. Ketergantungan
sistomatis
Pengalahgunaan NAZA sebagai salah satu
gejala dari tipe kepribadian yang mendasarinya, pada umumnya terjadi pada orang
dengan kepribadian psikopatik (antisosial), kriminal, dan pemakaian NAZA untuk
kesenangan semata.
c. Ketergantungan
reaktif
Terutama terdapat pada remaja karena
dorongan ingin tahu, pengaruh lingkungan dan tekanan teman kelompok sebaya (peer group pressure).
3.
Remaja
Pasca Ketergantungan Narkoba
Dapat diperoleh dua pengertian yaitu “pasca” yang berarti sesudah atau
setelah. Sedangkan “ketergantungan
narkoba” (drug dependence) yang berarti penyakit atau gangguan kepribadian
yang ditandai dengan pengunaan atau penyalahgunaan tipe-tipe obat bius tertentu
(Kartono, 1987: 133). Jadi remaja pasca ketergantungan narkoba adalah seorang
remaja setelah mengalami gangguan kepribadian yang ditandai dengan penggunaan
atau penyalagunaan tipe-tipe obat bius tertentu. Penyembuhan terhadap ketergantungan
sebagai akibat penyalahgunaan obat bius, bisa mencakup terapi dengan
obat-obatan suportif (yang mendukung atau membantu) baik tunggal maupun yang
dikombinasikan, perawatan dalam lembaga-lembaga atau rumah sakit, psikoterapi
individual dan kelompok (Chaplin, 1993:152-153).
D.
Kerangka
Teoritik
Individu pengguna
narkoba tidak dapat semata-mata dilihat sebagai korban dari berbagai faktor
lingkungan diluar dirinya. Pengguna narkoba memiliki sikap dan kecenderungan
tingkah laku yang khas dan berbeda dengan orang-orang seusianya (Adelina, 2008:
17). Bahkan banyak orang yang beranggapan bahwa pengguna narkoba adalah orang
yang tidak bermanfaat dan produktivitasnya rendah (Widianingsih & Nilam,
2009: 10). Baik pengguna maupun mantan pengguna, cenderung merasa dikucilkan
oleh masyarakat sekitar lingkungannya, sulit mencari pekerjaan, dan sulit
bersosialisasi dalam masyarakat sehingga mereka cenderung menarik diri dari
lingkungannya (BNN, 2011: 93).
Beberapa hal tersebut
yang menyebabkan remaja pasca mengalami ketergantungan narkoba memiliki
persepsi negatif terhadap diri mereka. Stigma dari faktor lingkungan sangatlah
mempengaruhi persepsi pada diri mereka. Pada hakikatnya persepsi merupakan
proses menginterpretasikan dan mengorganisasikan pola-pola stimulus yang
berasal dari lingkungan (Ali & Ansori, 2004: 192). Sehingga individu dapat
mementukan bagaimana seharusnya ia bereaksi terhadap stimulus yang ada
disekitarnya. John Lock dkk (Ali & Ansori, 2004: 193) berpendapat bahwa
persepsi itu tidak dibawa sejak lahir melainkan merupakan hasil dari proses
belajar dan pengalaman. Bahkan mereka menegaskan bahwa persepsi hanya mungkin
terjadi pada individu setelah melalui proses pengalaman dan belajar yang cukup
lama. Menurut Walgito (1993) persepsi dalam arti umum
adalah pandangan seseorang terhadap sesuatu yang akan membuat respon bagaimana
dan dengan apa seseorang akan bertindak.
Pada
penelitian ini dijelaskan bahwa subyek adalah seorang remaja yang pernah
mengalami ketergantungan narkoba dan sudah sembuh dari proses rehabilitasi di
Pondok Inabah Surabaya. Tetapi ia masih mengikuti binaan lanjutan di Pondok
Pesantren Suryalaya Surabaya. Pondok disini adalah lingkungan baru subyek
sebagai faktor eksternal yang memberikan hasil belajar dan pengalaman pada diri
subyek sebagai faktor internalnya sehingga ia memiliki pandangan terhadap
dirinya pasca mengalami ketergantungan narkoba. Oleh karena itu ia mampu
bertindak, berperilaku atau berinteraksi dengan sekitarnya.
Gambar 2.1 : Kerangka Teoritik
BAB III
METODE
PENELITIAN
A.
Pendekatan
dan Jenis Penelitian
Penelitian ini merupakan
penelitian kualitatif. Bogdan dan Taylor (dalam Moleong, 2009: 3)
mendefinisikan metode kualitatif sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan
data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan
perilaku yang dapat diamati. Penelitian ini bermaksud untuk memahami fenomena
tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian misalnya perilaku, motivasi,
tindakan dan lain-lain, secara holistik dan dengan cara deskripsi dalam bentuk
kata-kata dan bahasa. Pada suatu konteks khusus yang alamiah dan dengan
memanfaatkan berbagai metode alamiah.
Jenis penelitian yang
digunakan dalam penelitian ini studi kasus. Poerwandari (2005: 108) menyatakan
bahwa studi kasus adalah suatu fenomena khusus yang hadir dalam suatu konteks
yang terbatasi (bounded context),
meski batas-batas anatara fenomena dan konteks tidak sepenuhnya jelas. Menurut
Bungin (2001: 30) sifat studi kasus adalah pendekatan yang bertujuan untuk mempertahankan
keutuhan (wholeness) dari obyek
penelitian, dalam arti obyek dipelajari sebagai suatu keseluruan yang
terintegrasi.
Pendekatan studi kasus
membuat peneliti dapat memperoleh pemahaman utuh dan integritasi mengenai
interrelasi berbagai fakta dan dimensi dari kasus khusus tersebut (Poerwandari,
2005: 108). Gambaran
subtansial dari penelitian studi kasus ini
sesuai obyek penelitian ini yaitu berupa persepsi diri remaja khususnya remaja
yang pasca ketergantungan narkoba yang tergambar melalui tingkah laku yang
nampak oleh remaja tersebut. Obyek penelitian berada pada kondisi alami dan
tidak dimanipulasi atau diberikan perlakuan tertentu.
Data yang akan
dikumpulkan cenderung tidak teratur, karena data tersebut merupakan perilaku
yang menjadi kebiasaan remaja tersebut dalam sehari-hari. Data yang dikumpulkan
berupa kata-kata, kalimat-kalimat, rekaman perilaku, dan dokumen melalui
pengamatan dilapangan, wawancara, dan dokumentasi, kemudian dianalisis secara
induktif untuk mendapatkan makna yang eksplisit tentang persepsi diri remaja
tersebut.
Berdasarkan
alasan-alasan inilah khususnya sifat dan hakekat data konsep diri remaja yang
merupakan perilaku yang nampak menjadi kebiasaan sehari-hari maka penelitian
ini menggunakan jenis penelitian studi kasus. Sebab dengan metode studi kasus
ini akan dimungkinkan peneliti untuk memahami subyek secara pribadi dan
memandang subyek sebagaimana subyek penelitian memahami dan mengenal dunianya
sendiri.
B.
Kehadiran
Peneliti
Melakukan penelitian
studi kasus pada hakekatnya adalah untuk memperoleh pemahaman utuh dan
terintegrasi mengenai interelasi berbagai fakta dan dimensi dari kasus khusus
tersebut (Poerwandari, 2005: 10). Peneliti merupakan instrument utama. Oleh
sebab itu, kehadiran dan keterlibatan peneliti pada penelitian ini sangat
diperlukan dalam situasi sesungguhnya.
Kehadiran peneliti bukan
hanya sebagai pengamat penuh yang mengobservasi berbagai kegiatan yang
dilakukan subyek penelitian. Tetapi juga
untuk memperjelas dan memahami subyek tersebut, maka dari itu dilaksanakan pula
wawancara secara mendalam pada subyek diluar jam kegiatan pondok atau jam
sekolah.
Berkaitan dengan hal ini
tentu saja kehadiran peneliti ini akan diketahui oleh subyek. Peneliti
mengamati dan mewawancarai subyek selama kurang lebih dua bulan, yaitu mulai
tanggal 20 April-20 Juni. Waktu selama kurang lebih dua bulan tersebut
dipandang telah dapat mengumpulkan data yang dibutuhkan, selain itu memang
adanya keterbatasan waktu bagi peneliti.
Kehadiran peneliti dalam
penelitian ini merupakan partisipan yang dilakukan langsung oleh peneliti di
pondok karena subyek lebih banyak menghabiskan waktunya di pondok dari pada di
rumah. Hal ini bertujuan untuk melakukan observasi perilaku pada diri subyek
yang berhubungan dengan lingkungan sekitar dan kondisi lingkungananya.
Untuk memperoleh data
yang lebih lengkap, maka selain dilakukan wawancara secara mendalam kepada
subyek, peneliti juga melakukan wawancara pada pengurus-pengurus pondok yang
kesehariannya bersama dengan subyek dan memahami betul keadaan subyek.
C.
Lokasi
Penelitian
Penelitian ini
dilaksanakan di Pondok Pesantren Suryalaya Koordinator Wilayah Jawa Timur Jl.
Benteng No. 5 Surabaya yang merupakan pusat dari salah satu tempat layanan
terapi dan rehabilitasi korban penyalahgunaan narkoba di Jawa Timur yaitu
Pondok Inabah
XIX Surabaya Jl. Raya Semampir No. 43-47,
Semolowaru, Surabaya.
Pondok pesantren ini
dibawah Yayasan Serba Bakti dan diasuh oleh KH.Moch.
Ali Hanafiyah Akbar yang digunakan sebagai tempat
tindak lanjut atau binaan lanjutan setelah selesai menerima binaan di Pondok
Inabah XIX Surabaya yang sudah terkenal dengan metode
terapinya yaitu metode dzikir Thariqah
Qadiriyah Naqsabandiyah.
Fungsi dari terapi dzikir
lanjutan ini bisa diibaratkan bagaikan tumbuhan yang keluar kuncupnya sehingga
perlu dilakukan penyiraman secara terus menerus untuk menumbuhkan kekokohan
jiwanya. Namun bagi anak bina yang tidak mengikuti terapi dzikir
lanjutan masih sangat rentan untuk kembali terjun dan terjerumus dalam
komunitas narkoba.
Progam lanjutan ini
berupa majlis dzikir rutin dan manaqiban yang diadakan sebulan sekali di
Ahad yang kedua. Majlis dzikir dilakukan oleh seluruh jama’ah KH.
Muhammad Ali Hanafiah Akbar. Selain anak bina peserta yang mengikuti majlis dzikir
tersebut, banyak dihadiri oleh warga sekitar dan dari luar kota. Dikarenakan
KH. Muhammad Ali Hanafiah Akbar selaku Pembina Koordinator Wilayah Timur
Indonesia, maka jama’ah yang menghadiri sangat banyak. Adapun jadwal majlis dzikir
dan manaqiban sebagai berikut:
Tabel 3.1 : Jadwal Kegiatan
Rutin Majlis Dzikir dan Manaqiban
Hari
|
Waktu
|
Jenis Kegiatan
|
Lokasi
|
Ahad dan Kamis
|
18.00-selesai
|
Majlis Dzikir
|
Jl. Benteng No.5A
|
Ahad ke-2
|
08.00-selesai
|
Manaqiban
|
Jl. Semampir
|
KH.
Muhammad Ali Hanafiah Akbar juga menerima secara langsung konseling bagi alumni
pondok pesantren jika ada yang perlu ditanyakan. Banyak orang baik dari umum
dan alumni anak binaan meminta tausiyah
dari KH. Muhammad Ali Hanafiah Akbar agar memotivasi dalam menjalani kehidupan
sehari-hari.
Pondok
ini terletak tidak jauh dari wisata religi Sunan Ampel Surabaya, kira-kira 20 m
dari bundaran Jl. Benteng. Menghadap utara langsung ke arah jalan raya, sebelah
kanan pondok ada pegadaian dan kiri pondok terdapat perkampungan, sedangkan
belakang pondok terdapat pabrik atau plumas.
Gambar 3. 2 : Peta Lokasi 1
Gambar 3. 3 : Peta
Lokasi 2
Bangunan pondok terlihat
seperti rumah mewah, tidak seperti pondok pesantren lainnya. Pondok ini, selain
memiliki kegiatan khas juga dimanfaatkan sebagai tempat manasik haji atau
kegiatan penting lainnya. Terdiri dari 3 lantai, yaitu lantai pertama, terdapat
kurang lebih 30 kamar yang disediakan untuk santri, pengurus, dan tamu. Ada
ruang tamu, kantor, beberapa kamar mandi, bagasi mobil, dapur dan taman. Lantai
ke-2 dan ke-3 adalah aula yang digunakan sebaga tempat kegiatan pengajian atau
pertemuan-pertemuan penting. Dan setiap aula dilengkapi kamar mandi
masing-masing.
Peraturan pondok ini
sama halnya dengan pondok lain yang bisa keluar masuknya dengan izin terlebih
dahulu kepada pengurus. Hanya saja pondok ini memiliki kegiatan khusus yang
melekat menjadi kekhasan tersendiri.
Suasana di pondok ini
sepi dan terjaga sangat aman karena tidak sembarang orang yang bisa masuk. Tamu
pun yang masuk pondok ini harus lapor dulu ke pos keamanan. Kecuali malam
Jum’at, malam Senin dan Ahad pagi suasana pondok ini sangat ramai, karena
masyarakat berdatangan untuk mengikuti pengajian, baik dari dalam dan luar kota
bahkan ada yang datang dari luar Jawa.
Pondok Pesantren
Suryalaya digunakan sebagai tempat penelitian ini dikarenakan di pondok ini sebagai tempat
tindak lanjut bagi anak bina yang sudah sembuh dari proses rehabilitasi
ketergantungan narkoba. Salah satu santri di pondok ini adalah seorang remaja,
hal ini tentu saja menarik peneliti, karena tema penelitian ini mengisyaratkan
remaja pasca ketergantungan narkoba sehingga diharapkan akan diperoleh data
yang sesuai dengan masalah yang diteliti.
D.
Sumber
Data
Data yang
diperlukan dalam penelitian lapangan
sebagai kerangka penulisan skripsi ini tentulah data kualitatif. Data
kualitatif (Bungin, 2001: 124) diungkapkan dalam bentuk kalimat serta
uraian-uraian, bahkan dapat berupa cerita pendek. Sedangkan jenis data
kualitatif yang diguanakan adalah adalah data kasus. ciri khas dari data kualitatif
adalah menjelaskan kasus-kasus tertentu. Data kasus hanya berlaku untuk kasus
tertentu serta tidak bertujuan untuk digeneralisasikan atau menguji hipotesis
tertentu sehinngga data dalam penelitian ini sifatnya tekstual dan kontekstual.
Sesuai dengan metode
penelitian yang digunakan dalam penelitian skripsi kali ini, maka sebagai
sumber primer adalah data yang diperoleh dari remaja pasca ketergantungan
tersebut persepsi diri yang diterlihat, subjek nantinya menjadi informasi utama
untuk mengupas persepsi diri. Sedangkan sumber sekunder adalah teori-teori yang
terkait dengan fokus penelitian yang digunakan. Dalam hal ini informasi
diperoleh dari orang terdekat subjek.
E.
Teknik
Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data
merupakan langkah yang paling strategis dalam penelitian, karena tujuan utama
dari penelitian adalah mendapatkan data. Tanpa mengetahui teknik pengumpulan
data, maka peneliti tidak akan mendapatkan data yang memenuhi standar yang
ditetapkan (Sugiyono, 2010: 62).
Prosedur pengumpulan
data yang dilakukan dalam penelitian ini adalah:
1. Observasi
Observasi
(Subagyo, 1997: 63) adalah pengamatan yang dilakukan secara sengaja, sitematis
mengenai fenomena sosial dengan gejala-gejala psikis untuk kemudian dilakukan
pencatatan. Menurut Patton (dalam Poerwandari, 2005: 118) tujuan observasi
adalah mendeskripsikan setting yang dipelajari, aktivitas-aktivitas yang
berlangsung, orang-orang yang terlibat dalam aktivitas, dan makna kejadian
dilihat dari perspektif mereka yang terlihat dalam kejadian yang diamati
tersebut.
Penelitian
ini menggunakan observasi partisipasi pasif, dimana peneliti datang ke tempat
subyek penelitian, tetapi tidak ikut terlibat dalam kegiatan yang dilakukan
oleh subyek penelitian tersebut. Observasi dilakukan di tempat remaja tinggal
yaitu Pondok Pesantren Suryalaya Surabaya.
Catatan
lapangan disusun oleh peneliti saat melakukan observasi. Catatan lapangan
berisi tentang hal-hal yang diamati, apapun yang dianggap oleh peneliti
penting. Catatan lapangn ditulis secara deskriptif, diberi tanggal waktu, dan
dicatat dengan menyertakan informasi dasar seperti dimana observasi dilakukan,
siapa yang hadir disana, bagaimana setting fisik lingkungan, interaksi sosial,
dan aktifitas apa yang berlangsung, dan sebagainya (Poerwandari, 1998: 71).
2. Wawancara
Metode
wawancara (Bungin, 2001: 133) adalah proses memperoleh keterangan untuk
bertujuan penelitian dengan cara tanya jawab sambil bertatap muka antara
pewawancara dengan responden atau orang yang diwawancarai, dengan atau tanpa
menggunakan pedoman (guide)
wawancara.
Wawancara
kualitatif dilakukan bila peneliti bermaksud untuk memperoleh pengetahuan
tentang makna-makna subjektif yang dipahami individu berkenaan dengan topik
yang diteliti, dan bermaksud melakukan eksplorasi terhadap isu tersebut, suatu hal
yang tidak dapat dilakukan melalui pendekatan lain (Poerwandari, 1998: 72).
Penelitian ini menggunakan teknik wawancara dengan pedoman umum. Dalam proses
wawancara ini, peneliti dilengkapi pedoman wawancara yang sangat umum, yang
mencatumkan isu-isu yang harus diliput tanpa menetukan urutan pertanyaaan,
bahkan mungkin mengingatkan peneliti pengecek (checklist) apakah aspek-aspek relevan telah dibahas atau
ditanyakan.
3. Dokumentasi
Dokumentasi
atau dokumenter (Bungin, 2001: 152) adalah salah satu metode pengumpulan data
yang digunakan untuk menulusuri data sebagian besar datanya adalah berbentuk
surut-surat, catatan harian, kenang-kenangan, laporan dan sebagainya. Sifat
utama dari data ini adalah tak terbatas ruang dan waktu sehingga member peluang
kepada peneliti untuk hal-hal yang telah silam. Dokumen sebagai sumber untuk
mengumpulkan data penelitian ini adalah berbagai dokumen seperti hasil tes
psikologi serta berbagai dokumen lain yang dimiliki subyek. Maksud lain dari
teknik dokumentasi ini adalah untuk menjaring data yang terjaring melalui
teknik wawancara dan observasi.
4. Perekaman
Meskipun
data penelitian lebih banyak dikumpulkan melalui teknik observasi dan
wawancara, teknik perekaman juga sangat membantu peneliti dalam pengumpulan
data yang tidak terjaring melalui teknik observasi dan wawancara. Untuk
melakukan rekaman suara, peneliti menggunakan alat perekam berupa handphone
Nokia E63. Handphone ini digunakan sebagai alat perekam karena memiliki
kelebihan yaitu memiliki kejernihan suara. Hal ini sangat membantu peneliti
untuk melakukan penelitian.
F.
Analisis
Data
Analisis data studi
kasus adalah pengujian sistematik dari data yang diperoleh untuk menetapkan
bagian-bagiannya, hubungan antar temuan, dan hubungan bagian terhadap
keseluruhan sebagai suatu konsep yang bermakna. Analisis data tidak lain adalah
pencarian atau pelacakan pola-pola. Dengan kata lain, semua analisis data studi
kasus akan mencakup penelusuran data melalui catatan-catataan (hasil pengamatan
lapangan dan wawancara) untuk menemukan pola-pola prilaku subjek yang dikaji
sebagai suatu sistem nilai. Ada dua langkah besar yang dilakukan dalam analisis
data studi kasus ini, yaitu:
1. Analisis
lapangan
Penelitian
studi kasus menekankan pentingnya analisis data awal sementara dalam proses
pnegumpulannya, selanjutnya dilakukan penajaman fokus penelitian melalui
penulisan laporan reflektif berkali-kali. Analisis yang dikerjakan dilapangan
secara terus menerus ini, sementara data dikumpulkan tidak lain merupakan upaya
untuk memantapkan data sebagai bahan analisis data akhir sebelum peneliti
meninggalkan lapangan penelitian.
2. Analisis
sesudah pengumpulan data
Sesudah
pengumpulan data selesai, maka langkah selanjutnya adalah menyempurnakan sebuah
sistem kode untuk mengorganisasikan data. Hal ini dilakukan dengan
mengembangkan suatu kategori kode. Kategori ini dikembangkan berdasarkan data
yang mengindikasikan adanya keteraturan, pola-pola, dan topik-topik, Beberapa
kategori yang bisa dibuat sebagai kode misalnya kode latar (setting), kode proses kegiatan, kode
komponen, kode persepsi diri, dan
sebagainya.
Selanjutnya
data dipilah dan disortir kedalam satu kelompok tumpukan atau map menurut
kategori kode untuk memudahkan memasukkanya dalam catatan. Pengorganisasian
data ini dimaksudkan agar dapat dibaca untuk memperoleh kembali data secara
utuh. Kemudian data itu dipelajari dan diambil maknanya, lalu diputuskan untuk
dilaporkan.
Adapun teknik analisis
data dalam penelitian ini, menggunakan metode seperti yang dikemukakan oleh
Miles dan Huberman (Sugiyono, 2010: 91) dengan langkah-langkah sebagai berikut;
1. Reduksi
data
Mereduksi
data berarti merangkum, memilih hal-hal yang pokok, menfokuskan pada hal-hal
yang penting dicari tema dan polanya. Dengan demikian data yang telah direduksi
akan memberikan gambaran yang lebih jelas, dan mempermudah peneliti untuk
melakukan pengumpulan data selanjutnya.
2. Penyajian
data (display data)
Setelah
data direduksi, maka langkah selanjutnya adalah penyajian data. Melalui
penyajian data tersebut, maka data terorganisasikan, tersusun dalam pola
hubungan, sehingga akan semakin mudah dipahami. Dalam penyajian data bisa
dilakukan dalam bentuk uraian singkat, bagan, hubungan antar kategori. Dan yang
paling sering digunakan untuk menyajikan data dalam penelitian kualitatif
adalah teks yang bersifat naratif.
3. Verifikasi
Langkah
ketiga dalam analisis data kualitatif adalah penarikan kesimpulan dan
verifikasi. Kesimpulan awal yang dikemukankan masih bersifat sementara dan
masih dapat berubah.
3.
Pengecekan
Keabsahan Data
Untuk memperoleh temuan
dan interpretasi data yang absah (trustworthiness)
maka perlu adanya upaya untuk melakukan pengecekan data atau pemeriksaan data
yang didasarkan atas sejumlah kriteria tertentu. Ada empat kriteria (Moleong,
2009: 324) yang digunakan, yaitu derajat kepercayaan (credibility), keteralihan
(transferability), kebergantungan ( dependability), dan kepastian
(konfirmability).
1. Kredibilitas
data
Kriteria ini digunakan dengan maksud data
dan informasi yang dikumpulkan peneliti harus mengandung nilai kebenaran (valid). Kredibilitas data bertujuan
untuk membuktikan apakah yang teramati oleh peneliti sesuai dengan apa yang
sesungguhnya ada dalm dunia kenyataan, dan apakah penjelasan yang diberikan
tentang dunia kenyataan tersebut memang sesuai dengan yang sebenarnya ada atau
terjadi.
Adapun untuk memperoleh keabsahan data,
Moleong merumuskan beberapa cara, yaitu: 1) perpanjangan keikutertaan, 2)
ketekunan pengamatan, 3) triangulasi, 4) pengecekan sejawat, 5) kecukupan
referensial, 6) kajian kasus negatif, dan 7) pengecekan anggota. Dari ketujuh
cara tersebut peneliti hanya menggunakan tiga cara yang disesuaikan dengan
tujuan penelitian, tiga cara tersebut adalah sebagai berikut:
a. Triangulasi
Menurut Moleong (2009: 330) yaitu teknik
keabsahan data dengan melakukan pengecekan atau perbandingan data yang diperoleh dengan sumber atau
kriteria yang diluar data itu, untuk meningkatkan keabsahan data. Bentuk
triangulasi yang akan digunakan dalam penelitian ini yaitu triangulasi sumber
dan metode. Triangulasi sumber yaitu dengan cara membandingkan apa yang
dikatakan oleh subyek dengan yang dikatakan informan dengan maksud agar data
yang diperoleh dapat dipercaya karena tidak hanya diperoleh dari satu sumber
saja yaitu subyek penelitian, tetapi juga dapat diperoleh dari sumber lain seperti
pengurus pondok sebagai orang terdekat subyek. Untuk triangulasi metode, yaitu
dengan cara membandingkan data hasil pengamatan dengan data hasil wawancara dan
membandingkan hasil wawancara dengan isi suatu dokumen yang berkaitan. Dalam
hal ini peneliti berusaha mengecek kembali data yang diperoleh melalui
wawancara.
b. Kecukupan
referensial
Menggunakan bahan referensi yaitu referensi
yang utama berupa buku-buku psikologi yang berkaitan dengan konsep diri. Hal
ini dimaksudkan agar data yang diperoleh memiliki dukungan dari teori-teori
yang telah ada.
c. Pengecekan
anggota
Hal ini dimaksudkan selain untuk mereview
data juga untuk mengkorfirmasikan kembali informasi atau interpretasi peneliti
dengan subyek penelitian maupun informan. Dalam pengecekan anggota ini, tidak
semua subyek atau informan diusahakan terlibatkan kembali, tetapi untuk
informan hanya kepada mereka yang dianggap representatif oleh peneliti seperti
pengurus pondok.
2. Ketegasan
(confirmability)
kriteria
ketegasan ini digunakan untuk mencocokkan data observasi dan data wawancara
atau data pendukung lainnya. Dalam proses ini temuan-temuan penelitian
dicocokkan kembali dengan data yang diperoleh lewat wawancara dan observasi.
Apabila diketahui data-data tersebut cukup koheren, maka temuan penelitian ini
dipandang cukup tinggi tingkat konformabilitasnya. Untuk melihat
konformabilitas data, peneliti meminta bantuan kepada para ahli terutama kepada
dosen pembimbing. Pengecekan hasil dilakukan secara berulang-ulang serta
dicocokkan dengan teori yang digunakan dalam penelitian ini.
DAFTAR
PUSTAKA
Adelina,
I. (2008). Tipe Kepribadian pada Pengguna
NAZA. Jurnal Psikologi, 16-35.
Ali
& Ansori (2004). Perkembangan Peserta
Didik. Jakarta: PT. Bumi Aksara
Arindita, S. (2003). Hubungan antara Persepsi Kualitas Pelayanan dan Citra Bank dengan
Loyalitas Nasabah. Skripsi (tidak diterbitkan). Surakarta: Fakultas
Psikologi UMS.
Bungin,
B. (2001). Metodologi Penelitian Sosial:
Format-format Kuantitatif dan Kualitatif. Surabaya: Airlangga University
Press.
BNN.
(2011). Penyalahgunaan Narkoba dan Upaya
Penanggulangannya. Jakarta: Badan Narkotika Nasional.
BNP.
(2010). Penyalahgunaan Narkoba dan Upaya
Penanggulangannya. Surabaya: Badan Narkotika Provinsi Jawa Timur.
Chaplin,
C. P. (1993). Kamus Lengkap Psikologi.
Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
Dadang,
H. (1996). Al Qur’an: Ilmu Kedokteran
Jiwa dan Kesehatan Jiwa. Yogjakarta: PT. Dana Bhakti Prima Yasa.
Gerungan, W. A. (1996). Psikologi Sosial. (edisi kedua). Bandung : PT Refika Aditama.
Gunarsa,
S. D. (2001). Psikologi Praktis: Anak,
Remaja dan Keluarga. Jakarta: PT. BPK Gunung Mulia.
Hamka, M. (2002). Hubungan Antara Persepsi Terhadap Pengawasan Kerja dengan Motivasi
Berprestasi. Skripsi. Surakarta: Universitas Muhammadiyah Fakultas
Psikologi. Tidak diterbitkan.
Hurlock,
E. B. (1983). Psikologi Perkembangan
Suatu Pendekatann Sepanjang Rentang Kehidupan (Edisi Kelima). Jakarta:
Erlangga.
Kartono, K. (1998). Patologi Sosial 2. Jakarta: PT Raja
Grafindo Persada.
Kartono, K. & Dali, G. (1987). Kamus Psikologi. Bandung: Pionir Jaya.
Kotler, P. (2000). Marketing Manajemen: Analysis, Planning,
implementation, and Control 9th Edition, Prentice Hall International, Int,
New Yersey
Mar’at. (1991). Sikap Manusia Perubahan Serta Pengukurannya.
Jakarta: Ghalia Indonesia.
Mardiya. (2010). Menyoal Penyalahgunaan Obat Terlarang Oleh Remaja. Arkhe, 15-21.
Moleong, L.
J. (2007). Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya.
Monks, F. J. dkk. (2006). Psikologi Perkembangan dalam Berbagai-bagiannya. Yogjakarta:
Universitas Gadjah Mada.
Poerwandari, E. K. (2005). Pendekatan Kualitatif untuk Penelitian Perilaku Manusia. Jakarta:
LPSP3 UI.
Prakoso, D. S. H., Bambang, R. L., & Amir,
M. (1987). Kejahatan-kejahatan yang
Merugikan dan Membahayakan Negara. Jakarta: PT. Bina Aksara.
Rakhmat, J. (1994). Psikologi Komunikasi. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Retnowati,
L, Yuli, S. S. & Meiske, Y. S. (2005). Persepsi
Remaja Ketergantungan Napza Mengenai Dukungan Keluarga Selama Masa Rehabilitas.
Arkhe 10 (2), 76-88.
Robbins, S. P. (2003). Perilaku Organisasi. Jilid I. Jakarta: PT INDEKS Kelompok Garmedia.
Rosyadi, I. (2001). Keunggulan Kompetitif Berkelanjutan Melalui Capabilities-Based
Competition: Memikirkan Kembali Tentang Persaingan Berbasis Kemampuan.
Jurnal BENEFIT, vol. 5, No. 1, Juni 2001. Surakarta: Fakultas Ekonomi
Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Santrock,
J. W. (2002). Life Span Development
(Perkembangan Masa Hidup). Jakarta: Erlangga Jilid I.
Santrock,
J. W. (2003). Life Span Development
(Perkembangan Masa Hidup). Jakarta: Erlangga Jilid II.
Sarwono,
S. W. (2003). Psikologi Remaja.
Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
Schultz,
D. (1991). Psikologi Pertumbuhan
Model-model Kepribadian Sehat. Yogjakarta: Konisius.
Subagyo,
P. J. (2004). Metode Penelitian: dalam Teori dan Praktek. Jakarta: PT. Rineka
Cipta.
Sugiyono.
(2010). Memahami Penelitian Kualitatif.
Bandung: CV. Alfabeta.
Walgito, B. (2003). Pengantar Psikologi Umum. Yogyakarta: Andi Offset
Widianingsih,
R., & Nilam, W. (2009). Dukungan
Orangtua dan Penyesuaian Diri Remaja Mantan Pengguna Narkoba. Jurnal Psikologi,
3 (1), 10-15.
Wirawan, S. W. (2003). Psikologi Remaja. Jakarta: PT Rineka Cipta.
Yusuf,
S. (2005). Psikologi Perkembangan Anak
& Remaja. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
Yuliana,
R. (2007). Gambaran Sosial Support
Pecandu Narkoba. Skripsi Program Studi Psikologi Fakultas Kedokteran
Universitas Sumatera Utara Medan. Tidak diterbitkan
Lampiran A
PEDOMAN
WAWANCARA
A.
Subyek
1. Selama ini bagaimana
caramu menghadapi suatu masalah?
2. Menurutmu, bagaimana kalau ada orang yang tidak menyukaimu?
3. Bagaimana penilaian
masyarakat (teman-teman) terhadap dirimu?
4. Menurutmu, apa kamu setara dengan orang lain?
5. Menurutmu, kepribadian yang seperti apa yang tidak kamu senangi yang ada
pada dirimu?
6. Bagaimana tanggapan subyek, jika mendapatkan kritikan dari orang lain?
7. Bagaimana caramu memandang hidup untuk masa depan?
8. Menurutmu, apakah setiap keinginan, perasaan dan perilaku subyek harus
disetujui masyarakat sekitarnya
B.
Significant Others
1. Menurut bapak, bagaimana
subjek menilai dirinya sendiri?
2. Menurut subyek,
bagaimana penilaian masyarakat (teman-teman) terhadap diri?
3. Apa subyek merasa sama dengan orang lain?
4. Menurut Bapak, apakah setiap keinginan, perasaan dan perilaku subyek harus
disetujui masyarakat sekitarnya?
5. Apakah subyek mampu mengatasi masalahnya sendiri?
6. Bagaimana tanggapanmu, jika mendapatkan pujian dari orang lain?
7. Bagaimana subyek menggambarkan diri sendirinya?
8. Bagaimana cara subyek dalam menyelesaikan masalahnya?
9. Menurut bapak, bagaimana penilaian masyarakat terhadap subyek?
10. Bagaimana cara subyek memandang hidup untuk masa depannya?
11. Bagaimana tanggapan subyek, jika mendapatkan kritikan dari orang lain?
12. Bagaimana penyesuaikan diri subyek dengan lingkungannya?
13. Menurut bapak, penilaian subyek terhadap dirinya dimata orang lain itu
seperti apa?
Lampiran B
PEDOMAN
OBSERVASI
1. Ruang (tempat)
a. Setting penelitian
2. Subyek
a. Sikap subyek selama proses wawancara
3. Aktivitas
a. Perbuatan atau tindakan yang dilakukan subyek selama proses wawancara
Tidak ada komentar:
Posting Komentar