Selasa, 08 Januari 2013

Transaksional


BAB I
PENDAHULUAN
1.      Latar Belakang
Analisis transaksional dikembangkan oleh Eric Berne tahun 1960. Dalam mengembangkan pendekatan ini Eric Berne menggunakan berbagai bentuk permainan antara orang tua, orang dewasa dan anak. Dalam eksprerimen yang dilakukan Berne mencoba meneliti dan menjelaskan bagaimana status ego anak, orang dewasa dan orang tua, dalam interaksi satu sama lain, serta bagaimana gejala hubungan interpersonal ini muncul dalam berbagai bidang kehidupan seperti misalnya dalam keluarga, dalam pekerjaan, dalam sekolah, dan sebagainya.
Dari eksperimen ini Berne mengamati bahwa kehidupan sehari-hari banyak ditentukan oleh bagaimana ketiga status ego (anak, dewasa, dan orang tua) saling berinteraksi dan hubungan traksaksional antara ketiga status ego itu dapat mendorong pertumbuhan diri seseorang, tetapi juga dapat merupakan sumber-sumber gangguan psikologis.
Percobaan Eric Berne ini dilakukan hamper 15 tahun dan akhirnya dia merumuskan hasil percobaannya itu dalam suatu teori yang disebut Analisis Transaksional dalam Psikoterapi yang diterbitkan pada tahun 1961. Selanjutnya tahun 1964 dia menulis pula tentang Games Pupil Play, dan tahun 1966 menerbitkan Principles of Group Treatment.  Pengikut Eric Berne adalah Thomas Harris, Mc Neel J. dan R. Grinkers.

2.      Rumusan Masalah
1.      Apa sebenarnya analisis transaksional dan tujuannya.
2.      Bagaimana memahami konsep dasar dalam analisis transaksional, fungsi dan peran dari terapis.
3.      Bagaimana membangun hubungan interpersonal yang posistf antara konselor dan klien.
4.      Apa dan bagaimana prosedur dan teknik yang perlu diperhatikan ketika melakukan analisis transaksional.



3.      Tujuan
1.    Untuk mengetahui dan memahami pengertian analisis transaksional, dan tujuannya.
2.    Untuk mengetahui dan memahami konsep dasar dalam analisis transaksional, fungsi dan peran dari terapis.
3.    Untuk mengetahui dan memahami bagaimana hubungan interpersonal yang  posistf antara konselor dan klien.
4.    Untuk mengetahui dan memahami prosedur dan teknik yang perlu diperhatikan ketika melakukan analisis transaksional.






















BAB II
PEMBAHASAN

1.      Pengertian
Analisis Transaksional adalah salah satu pendekatan Psychotherapy yang menekankan pada hubungan interaksional. Analisis Transaksional dapat dipergunakan untuk terapi individual, tetapi terutama untuk pendekatan kelompok. Pendekatan ini menekankan pada aspek perjanjian dan keputusan. Melalui perjanjian ini tujuan dan arah proses terapi dikembangkan sendiri oleh klien, juga dalam proses terapi ini menekankan pentingnya keputusan-keputusan yang diambil oleh klien. Maka proses terapi mengutamakan kemampuan klien untuk membuat keputusan sendiri, dan keputusan baru, guna kemajuan hidupnya sendiri.
Analisis transaksional, adalah penjabaran dari yang dilakukan orang-orang terhadap satu sama lain, sesuatu yang terjadi diantara orang-orang melibatkan suatu transaksi diantara perwakilan ego mereka, dimana saat pesan disampaikan diharapkan ada respon.[1]
2.      Tujuan
Tujuan dari konseling menurut pendekatan analisis transaksional ialah supaya konseli menjadi sadar akan seluruh hambatan yang diciptakannya sendiri dalam berkomunikasi dengan orang lain, serta kemudian mengembangkan suatu pola interaksi sosial yang sesuai dengan situasi dan kondisi, dengan menempatkan diri dalam keadaan diri yang memungkinkan proses komunikasi yang sehat.[2]
Analisis transaksional sebenarnya bertujuan untuk mengkaji secara mendalam proses transaksi (siapa-siapa yang terlibat di dalamnya dan pesan apa yang dipertukarkan).
Tujuan utama dari analisis transaksional adalah membantu klien dalam membuat keputusan-keputusan baru yang berhubungan tingkah lakunya saat ini dan arah hidupnya. Sedangkan sasarannya adalah mendorong klien agar menyadari, bahwa kebebasan dirinya dalam memilih telah dibatasi oleh keputusan awal mengenai posisi hidupnya serta pilihan terhadap cara-cara hidup yang stagnan dan deterministik. Menurut Berne (1964) dalam Corey (1988) bahwa tujuan dari analisis transaksional adalah pencapaian otonom yang diwujudkan oleh penemuan kembali tiga karakteristik; kesadaran, spontanitas, dan keakraban. Penekanan terapi adalah menggantikan gaya hidup yang ditandai oleh permainan yang manipulatif dan oleh skenario-skenario hidup yang menyalahkan diri dan gaya hidup otonom ditandai dengan kesadaran spontanitas dan keakraban. Menurut Haris (19967) yang dikutip dalam Corey (1988) tujuan pemberian treatment adalah menyembuhkan gejala yang timbul dan metode treatment adalah membebaskan ego Orang Dewasa sehingga bisa mengalami kebebasan memilih dan penciptaan pilihan-pilihan baru atas pengaruh masa lampau yang membatasi. Tujuan terapeutik, dicapai dengan mengajarkan kepada klien dasar-dasar ego Orang Tua, ego Orang Dewasa, dan ego Anak. Para klien dalam setting kelompok itu belajar bagaimana menyadari dan menjabarkan ketiga ego selama ego-ego tersebut muncul dalam transaksi-transaksif kelompok.[3]
3.      Konsep Dasar
Analisis Transaksional berakar dalam suatu filsafat anti deterministik yang memandang bahwa kehidupan manusia bukanlah suatu yang sudah ditentukan. Analisis Transaksional didasarkan pada asumsi atau anggapan bahwa orang mampu memahami keputusan-keputusan pada masa lalu dan kemudian dapat memilih untuk memutuskan kembali atau menyesuaikan kembali keputusan yang telah pernah diambil. Berne dalam pandangannya meyakini bahwa manusia mempunyai kapasitas untuk memilih dan, dalam menghadapi persoalan-persoalan hidupnya. Kata transaksi selalu mengacu pada proses pertukaran dalam suatu hubungan. Dalam komunikasi antarpribadi pun dikenal transaksi, yang dipertukarkan adalah pesan pesan baik verbal maupun nonverbal. Corak konseling ini dapat diterapkan dalam konseling individual, tetapi dianggap paling bermanfaat didalam konseling kelompok, Perhatian utama diberikan pada manipulasi dan siasat yang digunakan oleh orang dalam berkomunikasi satu sama lain ( games people play ). Dibedakan antara tiga pola berperilaku atau keadaan diri ( ego states), yaitu orang tua ( parent ). Orang dewasa (adult) anak (child). Keadaan orang tua (parent ego state) adalah berperilaku yang dianjurkan oleh pihak orang atau instansi sosial yg berperanan penting selama masa pendidikan seseorang, seperti orang tua kandung, sekolah dan badan keagamaan. Keadaan orang dewasa (adult ego state) adalah bagian kepribadian yang berhadapan dengan realitas sebagaimana adanya dan mengolah fakta serta data untuk membuat keputusan. Keadaan anak (child ego state) adalah bagian kepribadian yang didorong oleh beraneka perasaan spontan dan keinginan untuk melakukan apa yang di sukai, seperti dapat disaksikan perilaku tindakan anak kecil. Tiga keadaan diri ini tidak terikat pada umur atau fase perkembangan tertentu, sehingga seseorang yang berumur dewasa berada dalam salah satu dari tiga keadaan diri itu dan dapat berpindah dari keadaan diri yang satu ke keadaan yang lain.
Haris mendiskripsikan sikap hidup terhadap diri sendiri dan orang lain, yaitu :
1.      Iam ok you are ok : sikap hidup seseorang yang mampu mengatur dirinya dengan baik dan membina kontak sosial yang memuaskan.
2.      Iam ok you are not ok : sikap hidup seseorang yang melimpahkan kesukaran kesukarannya sendiri pada orang lain dan menyalahkan orang lain.
3.      Iam not ok  you are ok : sikap hidup seseorang yang merasa depresif dan tak berdaya, dibanding dengan orang lain.
4.      Iam not ok you are not ok : sikap hidup seseorang yang menyerah saja, tidak mempunyai harapan dan membiarkan dirinya di bawa oleh pasang surut kehidupan.[4]


4.      Fungsi dan Peran Terapis
Harris (1967) yang dikutip dalam Corey (1988) memberikan gambaran peran terapis, seperti seorang guru, pelatih atau nara sumber dengan penekanan kuat pada keterlibatan. Sebagai guru, terapis menerangkan konsep-konsep seperti analisis struktural, analisis transaksional, analisis skenario, dan analisis permainan. Selanjutnya menurut Corey (1988), peran terapis yaitu membantu klien untuk membantu klien menemukan suasana masa lampau yang merugikan dan menyebabkan klien membuat keputusan-keputusan awal tertentu, mengindentifikasikan rencana hidup dan mengembangkan strategi-strategi yang telah digunakannya dalam menghadapi orang lain yang sekarang mungkin akan dipertimbangkannya. Terapis membantu klien memperoleh kesadaran yang lebih realistis dan mencari alternatif-alternatif untu menjalani kehidupan yang lebih otonom.
Terapis memerlukan hubungan yang setaraf dengan klien, menunjuk kepada kontrak terapi, sebagai bukti bahwa terapis dan klien sebagai pasangan dalam proses terapi. Tugas terapi adalah, menggunakan pengetahuannya untuk mendukung klien dalam hubungannya dengan suatu kontrak spesifik yang jelas diprakarsai oleh klien. Konselor memotivasi dan mengajari klien agar lebih mempercayai ego Orang Dewasanya sendiri ketimbang ego Orang Dewasa konselor dalam memeriksa keputusan–keputusan lamanya serta untuk membuat keputusan-keputusan baru.
5.      Hubungan Konselor Dengan Klien
Pelaksanaan terapi analisis transaksional beradasarkan kontrak, kontrak tersebut menjelaskan keinginan klien untuk berubah, di dalam kontrak berisi kesepakatan-kesepakatan yang spesifik, jelas, dan ringkas. Kontrak menyatakan apa yang dilakukan oleh klien, bagaimana klien melangkah ke arah tujuan-tujuan yang telah ditetapkannya dan kapan kontrak tersebut akan berakhir. Kontrak dapat diperpanjang, konselor akan mendukung dan bekerja sesuai kontrak yang telah menjadi kesepakatan bersama. Pentingnya keberadaan kontrak, karena umumnya dalam terapi, klien seringkali keluar dari kesepakatan awal. Menyimpang, cenderung memunculkan masalah-masalah baru, bersikap pasif, dan dependen akibatnya proses penyembuhan membutuhkan tambahan waktu. Dengan adanya kontrak maka kewajiban tanggungjawab bagi klien semakin jelas, membuat usaha klien untuk tidak keluar pada kesepakatan dan komitmen untuk penyembuhan tetap menjadi perhatian, maka klien menjadi fokus pada tujuan-tujuan sehingga proses penyembuhan akan semakin cepat.
Maksud dari kontrak lebih spesifik, yaitu menyepakati cara-cara yang sesungguhnya digunakan dalam terapi yang disesuikan dengan kebutuhan klien dengan memperhatikan apakah untuk individu atau kelompok.
6.      Teknik dan Prosedur Terapi
Untuk melakukan terapi dengan pendekatan analisis transaksional menurut Haris dalam Corey (1988) treatment individu-individu dalam kelompok adalah memilih analisis-analisis transaksional, menurutnya fase permualaan analisis transaksional sebagai suatu proses mengajar dan belajar serta meletakan pada peran didaktik terapis kelompok. Konsep-konsep analisis transaksional beserta tekniknya sangat relevan diterapkan pada situasi kelompok, meskipun demikian penerapan pada individu juga dianggap boleh dilakukan. Beberapa manfaat yang dapat diperoleh, bila digunakan dengan pendekatan kelompok. Pertama, berbagai ego Orang Tua mewujudkan dirinya dalam transaksi-transaksi bisa diamati. Kedua, karakteristik-karakteristik ego anak pada masing-masing individu di kelompok bisa dialami. Ketiga, individu dapat mengalami dalam suatu lingkungan yang bersifat alamiah, yang ditandai oleh keterlibatan orang lain. Keempat, konfrontasi permainan yang timbal-balik dapat muncul secara wajar. Kelima, para klien bergerak dan membaik lebih cepat dalam treatment kelompok. Prosedur pada analisis transaksional dikombinasikan dengan terapi Gestalt, seperti yang dikemukakan oleh James dan Jongeward (1971) dalam Corey (1988) dia menggabungkan konsep dan prosedur analisis transaksional dengan eksperimen Gestalt, dengan kombinasi tersebut hasil yang diperoleh dapat lebih efektif untuk mencapai kesadaran diri dan otonom. Sedangkan teknik-teknik yang dapat dipilih dan diterapkan dalam analisis transaksional, yaitu;[5]
1.     Analisis struktural, para klien akan belajar bagaimana mengenali ketiga perwakilan ego-nya, ini dapat membantu klien untuk mengubah pola-pola yang dirasakan dapat menghambat dan membantu klien untuk menemukan perwakilan ego yang dianggap sebagai landasan tingkah lakunya, sehingga dapat melihat pilihan-pilihan.
2.     Metode-metode didaktik, analisis transaksional menekankan pada domain kognitif, prosedur belajar-mengajar menjadi prosedur dasar dalam terapi ini.
3.    Analisis transaksional, adalah penjabaran dari yang dilakukan orang-orang terhadap satu sama lain, sesuatu yang terjadi diantara orang-orang melibatkan suatu transaksi diantara perwakilan ego mereka, dimana saat pesan disampaikan diharapkan ada respon. Ada tiga tipe transaksi yaitu; komplementer, menyilang, dan terselubung.
4.    Permainan peran, prosedur-prosedur analisis transaksional dikombinasikan dengan teknik psikodrama dan permainan peran. Dalam terapi kelompok, situasi permainan peran dapat melibatkan para anggota lain. Seseorang anggota kelompok memainkan peran sebagai perwakilan ego yang menjadi sumber masalah bagi anggota lainnya, kemudian dia berbicara pada anggota tersebut. Bentuk permainan yang lain adalah permainan menonjolkan gaya-gaya yang khas dari ego Orang Tua yang konstan.
5.    Analisis upacara, hiburan, dan permainan, analisis transaksional meliputi pengenalan terhadap upacara (ritual), hiburan, dan permainan yang digunakan dalam menyusun waktunya. Penyusunan waktu adalah bahan penting bagi diskusi dan pemeriksaan karena merefleksikan keputusan tentang bagaimana menjalankan transaksi dengan orang lain dan memperoleh perhatian.
6.    Analisa skenario, kekurangan otonomi berhubungan dengan keterikatan individu pada skenario atau rencana hidup yang ditetapkan pada usia dini sebagai alat untuk memenuhi kebutuhannya di dunia sebagaimana terlihat dari titik yang menguntungkan menurut posisi hidupnya. Skenario kehidupan, yang didasarkan pada serangkaian keputusan dan adaptasi sangat mirip dengan pementsan sandiwara.



BAB III
PENUTUP
1.      Kesimpulan
Dari gambaran tentang analisis transaksional di atas kami dapat memberikan kesimpulan bahwa:
Pertama, analisis transaksional menggunakan pendekatan Psychotherapy, dengan menekankan pada hubungan interaksional. Analisis Transaksional dapat dipergunakan untuk terapi individual, tetapi terutama untuk pendekatan kelompok. Pendekatan ini menekankan pada aspek perjanjian dan keputusan. Melalui perjanjian ini tujuan dan arah proses terapi dikembangkan sendiri oleh klien, proses terapi mengutamakan kemampuan klien untuk membuat keputusan sendiri, dan keputusan baru, guna kemajuan hidupnya sendiri.
Kedua, analisis transaksional menggunakan suatu sistem terapi yang berlamdaskan pada teori kepribadian yang menggunakan pola perwakilan ego yang erpisah Sikap dasar ego yang mengacu pada sikap orang tua (Parent= P. exteropsychic); sikap orang dewasa (Adult=A. neopsychic); dan ego anak (Child = C, arheopsychic). Ketiga sikap tersebut dimiliki setiap orang (baik dewasa, anak-anak, maupun orangtua), dengan skenario kehidupan pesan-pesan verbal dan non verbal orang tua, mengkomunikasikan bagaimana mereka melihat dan bagimana merasakan diri kita. Kita membuat keputusan yang memberikan andil pada pembentukan perasaaan sebagai pemenang (perasaan “OK”) atau perasaan sebagai orang yang kalah (perasaan “tidak OK”). Dalam hal ini, konsep analisis transaksional memiliki empat posisi dasar yaitu; 1) Saya OK—Kamu OK, 2)Saya OK—Kamu Tidak OK, 3) Saya Tidak OK—Kamu OK, dan 4) Saya Tidak OK—Kamu Tidak OK.
Ketiga, yang penting untuk diketahui baik, konselor maupun klien ketika memulai proses terapi untuk mencapai tujuan adalah; 1) Tidak ada kesenjangan pemahaman antara klien dan konselor yang tidak dapat jembatani. 2)  Klien memiliki hak-hak yang sama dan penuh dalam terapi, artinya klien memiliki hak untuk menyimpan atau tidak mengungkapkan sesuatu yang dianggap rahasia. Ketiga, kontrak memperkecil perbedaan status dan menekankan persamaan di antara konselor dan klien.
DAFTAR PUSTAKA

ü      Corey, Gerald. 1988. Teori dan Praktek Konseling dan Psikoterapi. PT Eresco. Jakarta.
ü      Winkel, & M. M. Sri Astuti, Bimbingan Konseling di Institut Pendidikan, Media Abadi, Yogjakarta, 2007
ü      Muhamad. Teori-teori konseling. Surya Pustaka Bani Quraisy. Bandung. 2003



[2] W. S. Winkel, & M. M. Sri Astuti, Bimbingan Konseling di Institut Pendidikan, Media Abadi, Yogjakarta, 2007, hlm 455.
[3] Gerald Corey. 1988. Teori dan Praktek Konseling dan Psikoterapi. PT Eresco. Jakarta.
[4] Opcit, hlm 455
[5] Corey, Gerald. 1988. Teori dan Praktek Konseling dan Psikoterapi. PT Eresco. Jakarta.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar